...Membahas
hukum dan ciri-ciri orang musyrik tidak bisa dilepaskan dari masalah
tauhid. Dalam Al-Quran dari awal sampai akhir dijelaskan dengan
terperinci. Hal-hal pokok yang perlu diketahui dan dipahami syirik (yang
harus dimulai dari pembahasan tauhid) terkandungan dalam Surat Al-Baqarah ayat 21-24.
“Wahai manusia! Ibadahilah Tuhanmu (Rabbmu) yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa;” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 21)
Siapakah Rabb itu?
Pertama, yang telah menciptakan (membentuk) kamu. Maka kita diciptakan seperti ini tentunya untuk tujuan tertentu. Kedua, yang telah menciptakan (membentuk) orang-orang yang sebelum kamu. Orang-orang sebelum kita salah satunya yang terdekat yaitu ibu bapak kita. Dalam kalimat terakhir ayat ke-21 di atas (agar kamu bertakwa) mengandung arti manusia menjadi orang yang bertakwa merupakan tujuan dibentuk atau diciptakannya manusia itu sendiri. Dalam ayat berikutnya disebutkan,
“ (Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu maengetahui;” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 22)
Ketiga, yang menciptakan langit dan bumi. Keempat, yang menurunkan air hujan. Kelima, yang menjadikan air hujan itu menghasilkan buah-buahan sebagai rezeki untukmu.
Lalu siapa yang dimaksud dengan Rabb itu? Nah, kelima hal di ataslah yang dimaksud Rabb yang sering diartikan Tuhan. Manusia sendiri mengenal Rabbnya hanya sebatas pada pengetahuan yang merujuk pada kelima hal tadi. Dari sinilah sebetulnya hal-hal yang bersifat tahayul muncul, jauh sejak dahulu kala.
Tentunya, di balik penciptaan langit dan bumi pasti ada yang menguasainya. Kalau saja kita mau berpikir (berakal), mana mungkin semua itu diciptakan dan terjadi tanpa ada yang berkehendak dan berkuasa. Jadi Allah Swt. membuat bentuk serupa itu (manusia) semata-mata hanya untuk melaksanakan ibadah hanya kepada-Nya dengan cara-cara yang telah diberi petunjuk (melalui Rasul-Nya) agar manusia tidak terus-menerus menyekutukan Allah.
Pada dua ayat surat Al-Baqarah selanjutnya, Allah Swt. berfirman,
“Dan jika kamu meragukan (Quran) yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya, dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Jika kamu tidak mampu membuatnya, dan (pasti) tidak akan mampu, maka takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 23-24)
Oleh sebab itu, Allah Swt. mengutus Rasul untuk memberi petunjuk agar manusia bisa terhindar dari sifat-sifat syirik (musrik) dan melaksanakan ibadah sesuai yang dicontohkan Muhammad Saw. Bahkan Allah Swt. menantang manusia, apakah mereka mampu membuat satu ayat (tandingan) saja kalau memang benar mereka hendak menandingi kekuasaan-Nya.
Di sinilah kita maknai bahwa bertakwa tanpa ibadah adalah suatu hal mustahil, begitu pun ibadah tanpa meyakini keberadaan Rabb. Dengan kata lain, tidak mungkin melakukan ketakwaan tanpa tauhid atau keimanan yang masih terkontaminasi dengan syirik. Dan karena tauhid itu pulalah para rasul diperintahkan untuk memerangi kaumnya hingga mereka meyakininya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.
“Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah.” (H.R. Bukhari-Muslim)
Dalam ayat ke-24 tersebut di atas diterangkan bahwa Allah sudah menegaskan tidak ada satu pun mahkluk ciptaannya yang bisa menandingi kekuasaan-Nya. Maka bila tidak meyakini Allah dan rasul-Nya, maka mereka termasuk dalam golongan orang-orang yang mempersekutukan Allah Swt. Mereka pun kemudian menjadi orang musyrik karena mencintai selain Allah. Dalam ayat tersebut diterangkan betapa hinanya manusia serupa itu yang masuk ke neraka dan disamakan dengan batu.
Kembali ke ayat ke-22 pada kalimat karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah padahal kamu mengetahui. Dalam hal ini, apabila hamba menyembah selain Allah mereka mesti menyembah salah satu dari kelima hal tersebut di atas dan musyrik yang paling hebat adalah mempertuhankan manusia dengan alasan apa pun.
Inilah yang dimaksud tauhid yang kemudian menjadi ajaran pokok Islam yaitu Asyhadu (Aku bersaksi). Kata-kata Asyhadu di sini maksudnya adalah Asyhadu alla ilmiin (Aku bersaksi berdasarkan ilmu) seperti yang tadi telah diterangkan. Anlaa Ilaaha Illallaah (Tidak ada Tuhan Selain Allah) artinya apabila disembah selain Allah, pastilah makhluk yang akan disembah.
Mengenal Allah tanpa beriman kepada Rasul itu tahayul. Mengapa? Dari mana ia tahu (tentang keimanan kepada Allah) kalau bukan dari Rasul-Nya (kecuali ia hanya bersangka-sangka saja)? Itulah dasar syahadat pertama. Kalimat Asyhadu anlaa Ilaaha Illallaah dilanjutkan dengan lasyarikallahu yang artinya tidak ada sekutu bagi-Nya. Inilah yang kemudian dimaksud dengan larangan jangan musyrik karena mempertuhankan selain Allah hanya akan berarti mempertuhankan makhluk-Nya dengan alasan apa pun.
Syahadat yang kedua berbunyi wa Asyhadu Anna Muhammadan ‘Abduhu wa Rasuuluh yang artinya aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Di sini, kita baru akan terbebas dari musyrik jika telah betul-betul meyakini dan mengimani Muhammad Saw. sebagai orang yang menerima, menjelaskan, serta melaksanakan Al-Quran dan hal ini berlaku sampai hari kiamat.
Kesimpulannya, melalui empat ayat surat Al-Baqarah tersebut, kita bisa merangkai berbagai pemahaman tentang kaitan antara tauhid dan musyrik serta diutusnya Rasul Saw. sebagai pemberi petunjuk dan pelaksana Al-Quran yang perlu kita ikuti. Mencari ilmu itu hukumnya wajib karena dengan ilmu suatu kebenaran akan terbuka sehingga kita bisa memilah mana yang harus dijadikan rujukan dan mana yang musti dibuang. Di sini bisa kita lihat betapa
pentingnya menanamkan tauhid dalam diri kita untuk lebih jauh memahami
syirik dan musyrik itu sendiri.
“Wahai manusia! Ibadahilah Tuhanmu (Rabbmu) yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa;” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 21)
Siapakah Rabb itu?
Pertama, yang telah menciptakan (membentuk) kamu. Maka kita diciptakan seperti ini tentunya untuk tujuan tertentu. Kedua, yang telah menciptakan (membentuk) orang-orang yang sebelum kamu. Orang-orang sebelum kita salah satunya yang terdekat yaitu ibu bapak kita. Dalam kalimat terakhir ayat ke-21 di atas (agar kamu bertakwa) mengandung arti manusia menjadi orang yang bertakwa merupakan tujuan dibentuk atau diciptakannya manusia itu sendiri. Dalam ayat berikutnya disebutkan,
“ (Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu maengetahui;” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 22)
Ketiga, yang menciptakan langit dan bumi. Keempat, yang menurunkan air hujan. Kelima, yang menjadikan air hujan itu menghasilkan buah-buahan sebagai rezeki untukmu.
Lalu siapa yang dimaksud dengan Rabb itu? Nah, kelima hal di ataslah yang dimaksud Rabb yang sering diartikan Tuhan. Manusia sendiri mengenal Rabbnya hanya sebatas pada pengetahuan yang merujuk pada kelima hal tadi. Dari sinilah sebetulnya hal-hal yang bersifat tahayul muncul, jauh sejak dahulu kala.
Tentunya, di balik penciptaan langit dan bumi pasti ada yang menguasainya. Kalau saja kita mau berpikir (berakal), mana mungkin semua itu diciptakan dan terjadi tanpa ada yang berkehendak dan berkuasa. Jadi Allah Swt. membuat bentuk serupa itu (manusia) semata-mata hanya untuk melaksanakan ibadah hanya kepada-Nya dengan cara-cara yang telah diberi petunjuk (melalui Rasul-Nya) agar manusia tidak terus-menerus menyekutukan Allah.
Pada dua ayat surat Al-Baqarah selanjutnya, Allah Swt. berfirman,
“Dan jika kamu meragukan (Quran) yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya, dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Jika kamu tidak mampu membuatnya, dan (pasti) tidak akan mampu, maka takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 23-24)
Oleh sebab itu, Allah Swt. mengutus Rasul untuk memberi petunjuk agar manusia bisa terhindar dari sifat-sifat syirik (musrik) dan melaksanakan ibadah sesuai yang dicontohkan Muhammad Saw. Bahkan Allah Swt. menantang manusia, apakah mereka mampu membuat satu ayat (tandingan) saja kalau memang benar mereka hendak menandingi kekuasaan-Nya.
Di sinilah kita maknai bahwa bertakwa tanpa ibadah adalah suatu hal mustahil, begitu pun ibadah tanpa meyakini keberadaan Rabb. Dengan kata lain, tidak mungkin melakukan ketakwaan tanpa tauhid atau keimanan yang masih terkontaminasi dengan syirik. Dan karena tauhid itu pulalah para rasul diperintahkan untuk memerangi kaumnya hingga mereka meyakininya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.
“Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah.” (H.R. Bukhari-Muslim)
Dalam ayat ke-24 tersebut di atas diterangkan bahwa Allah sudah menegaskan tidak ada satu pun mahkluk ciptaannya yang bisa menandingi kekuasaan-Nya. Maka bila tidak meyakini Allah dan rasul-Nya, maka mereka termasuk dalam golongan orang-orang yang mempersekutukan Allah Swt. Mereka pun kemudian menjadi orang musyrik karena mencintai selain Allah. Dalam ayat tersebut diterangkan betapa hinanya manusia serupa itu yang masuk ke neraka dan disamakan dengan batu.
Kembali ke ayat ke-22 pada kalimat karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah padahal kamu mengetahui. Dalam hal ini, apabila hamba menyembah selain Allah mereka mesti menyembah salah satu dari kelima hal tersebut di atas dan musyrik yang paling hebat adalah mempertuhankan manusia dengan alasan apa pun.
Inilah yang dimaksud tauhid yang kemudian menjadi ajaran pokok Islam yaitu Asyhadu (Aku bersaksi). Kata-kata Asyhadu di sini maksudnya adalah Asyhadu alla ilmiin (Aku bersaksi berdasarkan ilmu) seperti yang tadi telah diterangkan. Anlaa Ilaaha Illallaah (Tidak ada Tuhan Selain Allah) artinya apabila disembah selain Allah, pastilah makhluk yang akan disembah.
Mengenal Allah tanpa beriman kepada Rasul itu tahayul. Mengapa? Dari mana ia tahu (tentang keimanan kepada Allah) kalau bukan dari Rasul-Nya (kecuali ia hanya bersangka-sangka saja)? Itulah dasar syahadat pertama. Kalimat Asyhadu anlaa Ilaaha Illallaah dilanjutkan dengan lasyarikallahu yang artinya tidak ada sekutu bagi-Nya. Inilah yang kemudian dimaksud dengan larangan jangan musyrik karena mempertuhankan selain Allah hanya akan berarti mempertuhankan makhluk-Nya dengan alasan apa pun.
Syahadat yang kedua berbunyi wa Asyhadu Anna Muhammadan ‘Abduhu wa Rasuuluh yang artinya aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Di sini, kita baru akan terbebas dari musyrik jika telah betul-betul meyakini dan mengimani Muhammad Saw. sebagai orang yang menerima, menjelaskan, serta melaksanakan Al-Quran dan hal ini berlaku sampai hari kiamat.
Kesimpulannya, melalui empat ayat surat Al-Baqarah tersebut, kita bisa merangkai berbagai pemahaman tentang kaitan antara tauhid dan musyrik serta diutusnya Rasul Saw. sebagai pemberi petunjuk dan pelaksana Al-Quran yang perlu kita ikuti. Mencari ilmu itu hukumnya wajib karena dengan ilmu suatu kebenaran akan terbuka sehingga kita bisa memilah mana yang harus dijadikan rujukan dan mana yang musti dibuang. Di sini bisa kita lihat betapa
pentingnya menanamkan tauhid dalam diri kita untuk lebih jauh memahami
syirik dan musyrik itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar