Tarih Islam Ahlus sunnah Wal Jama'ah
Salam
Jumat, 17 Juni 2016
SITUS RERUNTUHAN KEDIAMAN RASULULLAH SAW
Minggu, 10 Agustus 2014
Foto-foto Eksklusif Peninggalan Rasulullah SAW: Menggetarkan, Menyentuh Qalbu Menambah Cinta!!
Bila
kita berjauh jarak dengan sang terkasih Muhammad Rasulullah. Kita hanya
bisa menjumpainya melalui do’a-do’a yang kita lantunkan, memohon
syafa’at Nabi untuk keselamatan kita di akhirat dari pedihnya adzab
neraka, tidakkah foto-foto berikut ini mengobati kerinduan kita yang
sangat dalam kepada Sang Nabi Tercinta, Kekasih Allah, pribadi mulia
panutan alam?? Ratusan orang meneteskan air
matanya setelah menatap langsung baju beliau yang bersahaja dan sudah
robek, sandal beliau, keranda beliau yang tak terhalang apapun. Allahu
Akbar … serasa dekaaat denganmu ya Rasulullah … Andai aku bisa melihat
wajahmu, rontok segala persendianku, tak tahan dengan kenikmatan
memandang kemuliaan wajahmu… Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad ….
(Foto-foto ini kebanyakan adalah koleksi
yang tersimpan dari berbagai tempat di beberapa negara: Museum Topkapy
di Istambul Turki, Yordania, Irak dan negara-negara Timur Tengah
lainnya. Selamat merasakan kelezatan menatap peninggalan-peninggalan
ini. Semoga kerinduan kita semakin memuncak kepada sang Nabi Agung, sang
kekasih Allah …)
Allahumma shalli ‘ala sayyidina wa maulana Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam …
__________________________
a
Al-Qur’an dan Hadits inilah warisan peninggalan Rasulullah SAW yang
paling berharga sebagai pedoman umat manusia ke jalan yang benar sampai
akhir zaman. Gambar-gambar di atas hanyalah media untuk menumbuhkan
kerinduan dan meningkatkan kecintaan kita kepada Allah SWT. Kecintaan
yang utama kepada Rasulullah SAW adalah melaksanakan semua ajarannya
semaksimal mungkin.
Baca keagungan akhlak beliau, klik:
Senin, 04 Agustus 2014
Cara Allah menjaga kitab-Nya
Ada
orang yang dipahamkan terhadap makna al-Qur’an, begitulah cara Allah
menjaga firman-Nya. Ada orang yang dihafidzkan redaksional al-Qur’an,
begitulah cara Allah menjaga kalam-Nya. Ada orang yang dimudahkan dalam
ilmu Makhorijul Huruf sehingga mengerti setiap perbedaan lafadz
hijaiyyah al-Qur’an, begitulah cara Allah menjaga kemurnian wahyu-Nya.
Ada orang yang hatinya senantiasa didekatkan pada al-Qur’an, lisannya selalu berdzikrullah dengan al-Qur’an maka begitulah cara Allah menjaga keberadaan hadist-Nya.
Ada
orang yang senantiasa siap mati demi menjaga al-Qur’an dari kehinaan
dan penistaan, maka begitulah cara Allah menjaga qolam-Nya. Ada orang
yang menemukan bermacam metode penghafalan, pembelajaran hingga
pemahaman al-Qur’an dan begitulah cara Allah menjaga Al-Basha’ir-Nya.
Ada orang yang hari-harinya disibukkan dengan berbagai eksperimen
dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka membuktikan setiap
penjelasan al-Qur’an dari sudut kacamata sains modern, maka begitulah
cara Allah menjaga al-Huda-Nya.
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Surah Al-Hijr [15] ayat 9)
Al-Qur’an selalu menjadi kemukjizatan sepanjang masa, lintas jaman dan abad. Tak pernah ada diatas jagad raya ini sebuah kitab yang setiap katanya memberikan ektasi sebegitu hebat pada diri manusia. Tak pernah ada selainnya disemesta raya ini, sebuah kitab yang setiap katanya dihafal dan dipahami mulai dari cara membacanya, mengingat huruf demi hurufnya sampai pengamalannya seperti terhadap al-Qur’an. Dan itu bukan hanya oleh satu atau dua orang tertentu namun oleh ratusan ribu orang sepanjang masanya.
Lihatlah, setiap tahun selalu bermunculan para hafidz dan hafidzoh al-Qur’an, setiap tahun selalu bermunculan para da’i dan da’iyah yang mentabligkan al-Qur’an, setiap tahun selalu hadir para mujahidin dan mujahidah al-Qur’an. Disetiap daerah dan tempat bahkan disetiap jenjang umur.
Tak percaya
tapi nyata saat dikatakan ada seorang anak kecil berusia 5 tahun sudah
hafal 29 juz al-Qur’an. Tak percaya tapi nyata saat melihat para
santri-santri cilik dalam tayangan Hafidz Qur’an secara terbuka di
televisi mampu menyambung ayat demi ayat yang surahnya ditanyakan secara
acak oleh para ulama.
Sekali lagi,
Maha Benar Allah dengan semua penciptaan-Nya. Maha Benar Allah yang
telah mengutus Rasul-Nya, Muhammad SAW sebagai seorang Nabi akhir jaman.
La Nabiyaba’da.
Subhanallah.
Fabi ayyi aalaa i robbikumaa tukadzdzibaan
Maka ni’mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Celakalah orang yang ingkar terhadap ajaran-Nya, sesatlah orang yang mendengking pada para Rasul-Nya. Sungguh telah jelas mana jalan yang benar dan mana pula jalan yang bengkok.
Akan datang masa dimana orang munafik diberi amanah
Musnad Ahmad 7571: Dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya akan datang kepada manusia tahun-tahun penipuan, di dalamnya orang yang berdusta dipercaya sedangkan orang yang jujur didustakan, orang yang berkhianat diberi amanah sedangkan orang yang amanah dikhianati, dan di dalamnya juga terdapat Ar-Ruwaibidlah.” Ditanya, “Apa itu Ar-Ruwaibidlah wahai Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Yaitu orang bodoh yang berbicara (memberi fatwa) dalam urusan manusia.”
Musnad Ahmad 8105: Dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Bersabda: “Sebelum hari kiamat akan datang tahun-tahun yang penuh tipu muslihat, orang yang jujur didustai sedang pendusta dipercaya, orang yang amanah dikhianati sedang pengkhianat diberi amanah, dan Ruwaibidhah akan berbicara.” Suraij berkata: “Pada tahun tersebut orang-orang ruwaibidhah akan melihat.”
Isi Piagam Madinah
Piagam Madinah (Bahasa Arab: صحیفة المدینه, shahifatul madinah) juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah,
ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, yang
merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku
dan kaum-kaum penting di Yathrib (kemudian bernama Madinah) pada tahun
622 Masehi.
Dokumen
tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan
pertentangan sengit antara Bani ‘Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk
itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak dan
kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas
penyembah berhala di Madinah; sehingga membuat mereka menjadi suatu
kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah.
Piagam
Madinah terdiri dari 47 pasal yang terdiri dari hal
Mukaddimah,dilanjutkan oleh hal-hal seputar Pembentukan umat, Persatuan
seagama, Persatuan segenap warga negara, Golongan minoritas, Tugas Warga
Negara, Perlindungan Negara, Pimpinan Negara, Politik Perdamaian dan
penutup.
Disinilah
kita bisa melihat peran dan fungsi Muhammad sebagai seorang negarawan
sekaligus seorang pemimpin negara yang besar dan berkualitas sepanjang
sejarah peradaban manusia, disamping posisi beliau selaku seorang Nabi
dan Rasul secara keagamaan.
Berikut isinya, lengkap dengan teks asli berbahasa Arab :
صحيفة المدينة (Piagam Madinah)
بسم الله الرحمن الرحيم
هذا كتاب من محمد النبي صلىالله عليه وسلم بين المؤمنين والمسلمين من قريش ويثرب ومن تبعهم فلحق بهم وجاهد معهم.
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Ini adalah
piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin
(yang berasal dari) Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti
mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka.
١. انهم امة واحدة من دون الناس.
Pasal 1
Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komuitas) manusia lain.
٢. المهاجرون من قر يش على ربعتهم يتعاقلون بينهم اخذالدية واعطائها وهم يفدون عانيهم بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 2
Kaum
muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu
membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan
dengan cara baik dan adil di antara mukminin.
٣. وبنوعوف على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 3
Banu Auf
sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di
antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan
dengan baik dan adil di antara mukminin.
٤. وبنوساعدة علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 4
Banu
Sa’idah sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar
diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
٥. وبنو الحرث على ربعتهم يتعاقلون الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 5
Banu
Al-Hars sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar
diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
٦. وبنوجشم علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 6
Banu Jusyam sesuai dengan keadaan
(kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti
semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil
di antara mukminin.
٧. وبنو النجار علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 7
Banu
An-Najjar sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar
diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
٨. وبنو عمرو بن عوف علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 8
Banu ‘Amr
bin ‘Awf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar
diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
٩. وبنو النبيت علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 9
Banu
Al-Nabit sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar
diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
١٠. وبنو الاوس علىربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدى عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
Pasal 10
Banu Al-‘Aws sesuai dengan keadaan
(kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti
semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil
di antara mukminin.
١١. وان المؤمنين لايتركون مفرجا بينهم ان يعطوه بالمعروف فى فداء اوعقل.
Pasal 11
Sesungguhnya
mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang
diantara mereka tetapi membantunya dengan baik dalam poembayaran tebusan
atau diat.
١٢. ولا يحالـف مؤمن مولى مؤمن دونه.
Pasal 12
Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya.
١٣. وان المؤمنين المتقين على من بغى منهم او ابتغى د سيعة ظلم اة اثم اوعدوان او فساد بين المؤمنين وان ايديهم عليه جميعا ولو كان ولد احدهم.
Pasal 13
Orang-orang
mukmin yang taqwa harus menentang orangyang diantara mereka mencari
atau menuntut sesuatu secara zalim , jahat, melakukan permusuhan atau
kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam
menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.
١٤. ولا يقتل مؤمن مؤمنا فى كافر ولا ينصر كافرا على مؤمن.
Pasal 14
Seorang
mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran membunuh
orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk
(membunuh) orang beriman.
١٥. وان ذمة الله واحدة يحيد عليهم اد ناهم وان المؤمنين يعضهم موالي بعض دون الناس.
Pasal 15
Jaminan
Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang dekat.
Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak bergantung kepada
golongan lain.
١٦. وانه من تبعنا من يهود فان له النصر والاسوة غير مظلومين ولا متناصر عليهم.
Pasal 16
Sesungguhnya
orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan,
sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang olehnya.
١٧. وان سلم المؤمنين واحدة لا يسالم مؤمن دون مؤمن في قتال في سبيل الله الا على سواء وعدل بينهم.
Pasal 17
Perdamaian
mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian
tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan
Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.
١٨. وان كل غازية غزت معنا يعقب بعضها بعضا.
Pasal 18
Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu membahu satu sama lain.
١٩. وان المؤمنين يبئ بعضهم على بعض بـمانال دماءهم فىسبيل الله وان المؤمنين والمتقين على احسن هدى واقومه.
Pasal 19
Orang-orang
mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan
Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang
terbaik dan lurus.
٢٠. وانه لايجير مشرك مالا لقر يش ولانفسا ولايحول دونه على مؤمن.
Pasal 20
Orang
musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik)
Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman.
٢١. وانه من اعتبط مؤمنا قتلا عن بينة فانه قودبه الا ان يرضى ولي المقتول وان المؤمنين عليه كافة ولايحل لهم الاقيام عليه.
Pasal 21
Barang
siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya,
harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela (menerima diat). Segenap
orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.
٢٢. وانه لا يحل لمؤمن أقر بما فى هذه الصحيفة وآمن بالله واليوم الآخر ان ينصر محدثا ولا يـؤوية وانه من نصره او آواه فان عليه لعنة الله وغضبه يوم القيامة ولايـؤخذ منه صرف ولاعدل.
Pasal 22
Tidak
dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan
Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman
kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal
bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat,
dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan.
٢٣. وانكم مهما اختلفتم فيه من شيئ فان مرده الى الله عزوجل والى محمد صلى الله عليه وسلم
Pasal 23
Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla dan (keputusan) Muhammad SAW.
٢٤. وان اليهود ينفقون مع المؤمنين ماد اموا محاربين
Pasal 24
Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.
٢٥. وان يهود بني عوف امة مع المؤمنين لليهود دينهم وللمسلمين دينهم مواليهم وانفسهم الا من ظلم واثم فانه لا يـوتخ الا نفسه واهل بيته.
Pasal 25
Kaum
Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi
agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini
berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang
zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga.
٢٦. وان ليهود بنى النجار مثل ماليهود بنى عوف
Pasal 26
Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
٢٧. وان ليهود بنى الحرث مثل ماليهود بنى عوف
Pasal 27
Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
٢٨. وان ليهود بنى ساعدة مثل ماليهود بنى عوف
Pasal 28
Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
٢٩. وان ليهود بنى جشم مثل ماليهود بنى عوف
Pasal 29
Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
٣٠. وان ليهود بنى الاوس مثل ماليهود بنى عوف
Pasal 30
Kaum Yahudi Banu Al-‘Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
٣١. وان ليهود بنى ثعلبة مثل ماليهود بنى عوف الامن ظلم واثم فانه لا يوتخ الانفسه واهل بيته.
Pasal 31
Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
٣٢. وان جفنه بطن ثعلبه كأ نفسهم
Pasal 32
Kaum Yahudi Banu Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
٣٣. وان لبنى الشطيبة مثل ماليهود بنى عوف وان البر دون الاثم
Pasal 33
Kaum Yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
٣٤. وان موالي ثعلبه كأنفسهم
Pasal 34
Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu Sa’labah).
٣٥. وان بطانة يهود كأنفسهم
Pasal 35
Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).
٣٦. وانه لا يخرج احدمنهم الا باذن محمد صلىالله عليه وسلم وانه لا ينحجرعلى ثار جرح وانه من فتك فبنفسه فتك واهل بيته الا من ظلم وان الله على ابرهذا.
Pasal 36
Tidak
seorang pun dibenarkan (untuk berperang), kecuali seizin Muhammad SAW.
Ia tidak boleh dihalangi (menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang
lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan
menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesunggunya Allah
sangat membenarkan ketentuan ini.
٣٧. وان على اليهود نفقتهم وعلى المسلمين نفقتهم وان بينهم النصرعلى من حارب اهل هذه الصحيفة وان بينهم النصح والنصيحة والبر دون الاثم وانه لم يأثم امرؤ بـحليفه وان النصر للمظلوم.
Pasal 37
Bagi kaum
Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi mauk muslimin ada kewajiban biaya.
Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu membantu dalam menghadapi musuh
piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat. Memenuhi janji
lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat
(kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.
٣٨. وان اليهود ينفقون مع المؤمنين مادا موا محاربين.
Pasal 38
Kaum Yahudi memikul bersama mukiminin selama dalam peperangan.
٣٩. وان يثرب حرام جوفهالاهل هذه الصحيفة.
Pasal 39
Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini.
٤٠. وان الجار كالنفس غير مضار ولااثم.
Pasal 40
Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat.
٤١. وانه لا تجارحرمة الا باذن اهلها
Pasal 41
Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya.
٤٢. وانه ما كان بين اهل هذه الصحيفة من حدث واشتجار يخاف فساده فان مرده الى الله عزوجل والى محمد صلىالله عليه وسلم وان الله على اتقى ما فى هذه الصحيفة وابره.
Pasal 42
Bila
terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam
ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya
menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW.
Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini.
٤٣. وانه لاتجار قريش ولا من نصرها
Pasal 43
Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka.
٤٤. وان بينهم النصر على من دهم يثرب.
Pasal 44
Mereka (pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib.
٤٥. واذا دعوا الى صلح يصالحونه (ويلبسونه) فانهم يصالحونه ويلبسونه وانهم اذا دعوا الى مثل ذلك فانه لهم علىالمؤمنين الا من حارب فى الدين على كل اناس حصتهم من جابنهم الذى قبلهم.
Pasal 45
Apabila
mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan)
memenuhi perdamaian serta melaksankan perdamaian itu, maka perdamaian
itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum
mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali
terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan
(kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya.
٤٦. وان يهود الاوس مواليهم وانفسهم على مثل مالاهل هذه الصحيفة مع البر الحسن من اهل هذه الصحيفة وان البر دون الاثم.
Pasal 46
Kaum
Yahudi Al-‘Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban
seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik
dan penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan
(kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang
bertanggung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah
palingmembenarkan dan memandang baik isi piagam ini.
٤٧. ولا يكسب كاسب الاعلى نفسه وان الله على اصدق فى هذه الصحيفة وابره وانه لا يحول هذا الكتاب دون ظالم وآثم. وانه من خرج آمن ومن قعد آمن بالمدينة الا من ظلم واثم وان الله جار لمن بر واتقى ومحمد رسول الله صلى الله عليه وسلم
Pasal 47
Sesungguhnya
piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar
(bepergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang
zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan
takwa. Dan Muhammad Rasulullah SAW
مقتطف من كتاب سيرة النبي ص.م. الجزء الـثانى ص 119-133 لابن هشام (أبى محمد عبد المـلك) المتوفى سنة 214 هـ.
Dikutip dari kitab Siratun-Nabiy saw., juz II, halaman 119-133, karya Ibnu Hisyam (Abu Muhammad Abdul malik) wafat tahun 214 H.
[1] “Muhammad”, Encyclopedia of Islam Online
[2] Watt. Muhammad at Medina and R. B. Serjeant “The Constitution of Medina.” Islamic Quarterly 8 (1964) p.4.
Minggu, 19 Januari 2014
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 21-24 (Pokok Hukum Musrik dan Cara Menjauhinya)
...Membahas
hukum dan ciri-ciri orang musyrik tidak bisa dilepaskan dari masalah
tauhid. Dalam Al-Quran dari awal sampai akhir dijelaskan dengan
terperinci. Hal-hal pokok yang perlu diketahui dan dipahami syirik (yang
harus dimulai dari pembahasan tauhid) terkandungan dalam Surat Al-Baqarah ayat 21-24.
“Wahai manusia! Ibadahilah Tuhanmu (Rabbmu) yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa;” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 21)
Siapakah Rabb itu?
Pertama, yang telah menciptakan (membentuk) kamu. Maka kita diciptakan seperti ini tentunya untuk tujuan tertentu. Kedua, yang telah menciptakan (membentuk) orang-orang yang sebelum kamu. Orang-orang sebelum kita salah satunya yang terdekat yaitu ibu bapak kita. Dalam kalimat terakhir ayat ke-21 di atas (agar kamu bertakwa) mengandung arti manusia menjadi orang yang bertakwa merupakan tujuan dibentuk atau diciptakannya manusia itu sendiri. Dalam ayat berikutnya disebutkan,
“ (Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu maengetahui;” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 22)
Ketiga, yang menciptakan langit dan bumi. Keempat, yang menurunkan air hujan. Kelima, yang menjadikan air hujan itu menghasilkan buah-buahan sebagai rezeki untukmu.
Lalu siapa yang dimaksud dengan Rabb itu? Nah, kelima hal di ataslah yang dimaksud Rabb yang sering diartikan Tuhan. Manusia sendiri mengenal Rabbnya hanya sebatas pada pengetahuan yang merujuk pada kelima hal tadi. Dari sinilah sebetulnya hal-hal yang bersifat tahayul muncul, jauh sejak dahulu kala.
Tentunya, di balik penciptaan langit dan bumi pasti ada yang menguasainya. Kalau saja kita mau berpikir (berakal), mana mungkin semua itu diciptakan dan terjadi tanpa ada yang berkehendak dan berkuasa. Jadi Allah Swt. membuat bentuk serupa itu (manusia) semata-mata hanya untuk melaksanakan ibadah hanya kepada-Nya dengan cara-cara yang telah diberi petunjuk (melalui Rasul-Nya) agar manusia tidak terus-menerus menyekutukan Allah.
Pada dua ayat surat Al-Baqarah selanjutnya, Allah Swt. berfirman,
“Dan jika kamu meragukan (Quran) yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya, dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Jika kamu tidak mampu membuatnya, dan (pasti) tidak akan mampu, maka takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 23-24)
Oleh sebab itu, Allah Swt. mengutus Rasul untuk memberi petunjuk agar manusia bisa terhindar dari sifat-sifat syirik (musrik) dan melaksanakan ibadah sesuai yang dicontohkan Muhammad Saw. Bahkan Allah Swt. menantang manusia, apakah mereka mampu membuat satu ayat (tandingan) saja kalau memang benar mereka hendak menandingi kekuasaan-Nya.
Di sinilah kita maknai bahwa bertakwa tanpa ibadah adalah suatu hal mustahil, begitu pun ibadah tanpa meyakini keberadaan Rabb. Dengan kata lain, tidak mungkin melakukan ketakwaan tanpa tauhid atau keimanan yang masih terkontaminasi dengan syirik. Dan karena tauhid itu pulalah para rasul diperintahkan untuk memerangi kaumnya hingga mereka meyakininya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.
“Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah.” (H.R. Bukhari-Muslim)
Dalam ayat ke-24 tersebut di atas diterangkan bahwa Allah sudah menegaskan tidak ada satu pun mahkluk ciptaannya yang bisa menandingi kekuasaan-Nya. Maka bila tidak meyakini Allah dan rasul-Nya, maka mereka termasuk dalam golongan orang-orang yang mempersekutukan Allah Swt. Mereka pun kemudian menjadi orang musyrik karena mencintai selain Allah. Dalam ayat tersebut diterangkan betapa hinanya manusia serupa itu yang masuk ke neraka dan disamakan dengan batu.
Kembali ke ayat ke-22 pada kalimat karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah padahal kamu mengetahui. Dalam hal ini, apabila hamba menyembah selain Allah mereka mesti menyembah salah satu dari kelima hal tersebut di atas dan musyrik yang paling hebat adalah mempertuhankan manusia dengan alasan apa pun.
Inilah yang dimaksud tauhid yang kemudian menjadi ajaran pokok Islam yaitu Asyhadu (Aku bersaksi). Kata-kata Asyhadu di sini maksudnya adalah Asyhadu alla ilmiin (Aku bersaksi berdasarkan ilmu) seperti yang tadi telah diterangkan. Anlaa Ilaaha Illallaah (Tidak ada Tuhan Selain Allah) artinya apabila disembah selain Allah, pastilah makhluk yang akan disembah.
Mengenal Allah tanpa beriman kepada Rasul itu tahayul. Mengapa? Dari mana ia tahu (tentang keimanan kepada Allah) kalau bukan dari Rasul-Nya (kecuali ia hanya bersangka-sangka saja)? Itulah dasar syahadat pertama. Kalimat Asyhadu anlaa Ilaaha Illallaah dilanjutkan dengan lasyarikallahu yang artinya tidak ada sekutu bagi-Nya. Inilah yang kemudian dimaksud dengan larangan jangan musyrik karena mempertuhankan selain Allah hanya akan berarti mempertuhankan makhluk-Nya dengan alasan apa pun.
Syahadat yang kedua berbunyi wa Asyhadu Anna Muhammadan ‘Abduhu wa Rasuuluh yang artinya aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Di sini, kita baru akan terbebas dari musyrik jika telah betul-betul meyakini dan mengimani Muhammad Saw. sebagai orang yang menerima, menjelaskan, serta melaksanakan Al-Quran dan hal ini berlaku sampai hari kiamat.
Kesimpulannya, melalui empat ayat surat Al-Baqarah tersebut, kita bisa merangkai berbagai pemahaman tentang kaitan antara tauhid dan musyrik serta diutusnya Rasul Saw. sebagai pemberi petunjuk dan pelaksana Al-Quran yang perlu kita ikuti. Mencari ilmu itu hukumnya wajib karena dengan ilmu suatu kebenaran akan terbuka sehingga kita bisa memilah mana yang harus dijadikan rujukan dan mana yang musti dibuang. Di sini bisa kita lihat betapa
pentingnya menanamkan tauhid dalam diri kita untuk lebih jauh memahami
syirik dan musyrik itu sendiri.
“Wahai manusia! Ibadahilah Tuhanmu (Rabbmu) yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa;” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 21)
Siapakah Rabb itu?
Pertama, yang telah menciptakan (membentuk) kamu. Maka kita diciptakan seperti ini tentunya untuk tujuan tertentu. Kedua, yang telah menciptakan (membentuk) orang-orang yang sebelum kamu. Orang-orang sebelum kita salah satunya yang terdekat yaitu ibu bapak kita. Dalam kalimat terakhir ayat ke-21 di atas (agar kamu bertakwa) mengandung arti manusia menjadi orang yang bertakwa merupakan tujuan dibentuk atau diciptakannya manusia itu sendiri. Dalam ayat berikutnya disebutkan,
“ (Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu maengetahui;” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 22)
Ketiga, yang menciptakan langit dan bumi. Keempat, yang menurunkan air hujan. Kelima, yang menjadikan air hujan itu menghasilkan buah-buahan sebagai rezeki untukmu.
Lalu siapa yang dimaksud dengan Rabb itu? Nah, kelima hal di ataslah yang dimaksud Rabb yang sering diartikan Tuhan. Manusia sendiri mengenal Rabbnya hanya sebatas pada pengetahuan yang merujuk pada kelima hal tadi. Dari sinilah sebetulnya hal-hal yang bersifat tahayul muncul, jauh sejak dahulu kala.
Tentunya, di balik penciptaan langit dan bumi pasti ada yang menguasainya. Kalau saja kita mau berpikir (berakal), mana mungkin semua itu diciptakan dan terjadi tanpa ada yang berkehendak dan berkuasa. Jadi Allah Swt. membuat bentuk serupa itu (manusia) semata-mata hanya untuk melaksanakan ibadah hanya kepada-Nya dengan cara-cara yang telah diberi petunjuk (melalui Rasul-Nya) agar manusia tidak terus-menerus menyekutukan Allah.
Pada dua ayat surat Al-Baqarah selanjutnya, Allah Swt. berfirman,
“Dan jika kamu meragukan (Quran) yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya, dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Jika kamu tidak mampu membuatnya, dan (pasti) tidak akan mampu, maka takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 23-24)
Oleh sebab itu, Allah Swt. mengutus Rasul untuk memberi petunjuk agar manusia bisa terhindar dari sifat-sifat syirik (musrik) dan melaksanakan ibadah sesuai yang dicontohkan Muhammad Saw. Bahkan Allah Swt. menantang manusia, apakah mereka mampu membuat satu ayat (tandingan) saja kalau memang benar mereka hendak menandingi kekuasaan-Nya.
Di sinilah kita maknai bahwa bertakwa tanpa ibadah adalah suatu hal mustahil, begitu pun ibadah tanpa meyakini keberadaan Rabb. Dengan kata lain, tidak mungkin melakukan ketakwaan tanpa tauhid atau keimanan yang masih terkontaminasi dengan syirik. Dan karena tauhid itu pulalah para rasul diperintahkan untuk memerangi kaumnya hingga mereka meyakininya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.
“Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah.” (H.R. Bukhari-Muslim)
Dalam ayat ke-24 tersebut di atas diterangkan bahwa Allah sudah menegaskan tidak ada satu pun mahkluk ciptaannya yang bisa menandingi kekuasaan-Nya. Maka bila tidak meyakini Allah dan rasul-Nya, maka mereka termasuk dalam golongan orang-orang yang mempersekutukan Allah Swt. Mereka pun kemudian menjadi orang musyrik karena mencintai selain Allah. Dalam ayat tersebut diterangkan betapa hinanya manusia serupa itu yang masuk ke neraka dan disamakan dengan batu.
Kembali ke ayat ke-22 pada kalimat karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah padahal kamu mengetahui. Dalam hal ini, apabila hamba menyembah selain Allah mereka mesti menyembah salah satu dari kelima hal tersebut di atas dan musyrik yang paling hebat adalah mempertuhankan manusia dengan alasan apa pun.
Inilah yang dimaksud tauhid yang kemudian menjadi ajaran pokok Islam yaitu Asyhadu (Aku bersaksi). Kata-kata Asyhadu di sini maksudnya adalah Asyhadu alla ilmiin (Aku bersaksi berdasarkan ilmu) seperti yang tadi telah diterangkan. Anlaa Ilaaha Illallaah (Tidak ada Tuhan Selain Allah) artinya apabila disembah selain Allah, pastilah makhluk yang akan disembah.
Mengenal Allah tanpa beriman kepada Rasul itu tahayul. Mengapa? Dari mana ia tahu (tentang keimanan kepada Allah) kalau bukan dari Rasul-Nya (kecuali ia hanya bersangka-sangka saja)? Itulah dasar syahadat pertama. Kalimat Asyhadu anlaa Ilaaha Illallaah dilanjutkan dengan lasyarikallahu yang artinya tidak ada sekutu bagi-Nya. Inilah yang kemudian dimaksud dengan larangan jangan musyrik karena mempertuhankan selain Allah hanya akan berarti mempertuhankan makhluk-Nya dengan alasan apa pun.
Syahadat yang kedua berbunyi wa Asyhadu Anna Muhammadan ‘Abduhu wa Rasuuluh yang artinya aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Di sini, kita baru akan terbebas dari musyrik jika telah betul-betul meyakini dan mengimani Muhammad Saw. sebagai orang yang menerima, menjelaskan, serta melaksanakan Al-Quran dan hal ini berlaku sampai hari kiamat.
Kesimpulannya, melalui empat ayat surat Al-Baqarah tersebut, kita bisa merangkai berbagai pemahaman tentang kaitan antara tauhid dan musyrik serta diutusnya Rasul Saw. sebagai pemberi petunjuk dan pelaksana Al-Quran yang perlu kita ikuti. Mencari ilmu itu hukumnya wajib karena dengan ilmu suatu kebenaran akan terbuka sehingga kita bisa memilah mana yang harus dijadikan rujukan dan mana yang musti dibuang. Di sini bisa kita lihat betapa
pentingnya menanamkan tauhid dalam diri kita untuk lebih jauh memahami
syirik dan musyrik itu sendiri.
Allah SWT dan Rasulullah SAW juga mencela sebagian SAHABAT… Syi’ah Juga Menirunya
“Pada pembahasan sebelumnya, telah kita singgung
posisi sahabat Nabi saaw. Sekali lagi ingin kami sebutkan, bahwa,
mengetahui sahabat secara jelas, akan sangat membantu kita dalam kritik
selanjutnya. Tidak diragunakan lagi, bahwa sahabat adalah orang-orang
yang senantiasa memiliki maqam istimewa dalam agama Islam.
Mereka adalah orang-orang awal yang menjadi pembela Islam, orang-orang
yang hadir dalam peperangan sepanjang sejarah penegakan fondasi islam.
Orang-orang yang berdiri di samping Rasul dengan segenap harta, daya dan
mempertaruhkan nyawa mereka. Yang menjadi perbincangan antar golongan
selanjutnya adalah, apakah sahabat seluruhnya adalah jauh dari dosa,
tidak berbuat ma’siat yang besar ataupun yang kecil, yang mulia
dan yang tidak sepanjang umurnya? Atau seluruh sahabat otomatis karena
kedekatan jarak dan pergaulan dengan rasul, telah menjadi manifestasi Rasul. Ataukah itu semua tergantung wi’ah, qabuliyyat dan isti’dadiyat mereka terhadap pengajaran, dan hikmah kenabian Rasulullah saaw.”
Pada pembahasan sebelumnya, telah kita singgung posisi
sahabat Nabi saaw. Sekali lagi ingin kami sebutkan, bahwa, mengetahui
sahabat secara jelas, akan sangat membantu kita dalam kritik
selanjutnya. Tidak diragunakan lagi, bahwa sahabat adalah orang-orang
yang senantiasa memiliki maqam istimewa dalam agama Islam.
Mereka adalah orang-orang awal yang menjadi pembela Islam, orang-orang
yang hadir dalam peperangan sepanjang sejarah penegakan fondasi islam.
Orang-orang yang berdiri di samping Rasul dengan segenap harta, daya dan
mempertaruhkan nyawa mereka.
Yang menjadi perbincangan antar golongan selanjutnya adalah, apakah sahabat seluruhnya adalah jauh dari dosa, tidak berbuat ma’siat yang
besar ataupun yang kecil, yang mulia dan yang tidak sepanjang umurnya?
Atau seluruh sahabat otomatis karena kedekatan jarak dan pergaulan
dengan rasul, telah menjadi manifestasi Rasul. Ataukah itu semua tergantung wi’ah, qabuliyyat dan isti’dadiyat mereka terhadap pengajaran, dan hikmah kenabian Rasulullah saaw.
Ada dua komentar untuk pandangan di atas, Pertama: seluruh
sahabat karena kedekatan dan tenggelamnya mereka dalam cinta dan
perkhidmatan kepada Rasulullah saaw. maka secara otomatis rahmat dan
kasih sayang Allah swt. menjadikan mereka seluruhnya adil. Penganut pandangan ini mengatakan bahwa para sahabat adalah hukum syar’i
sebagaimana Rasulullah saaw. Pandangan kedua: penerimaan sahabat atas
didikan dan pengajaran sekaligus menyerap hikmah-hikmah kenabian, sangat
tergantung pada potensidan kemampuan penerimaan sahabat.
Sahabat terbagai dalam kelompok besar menurut penganut
pandangan ini. Sebagian ada yang sampai kepada penerimaan yang sempurna,
ada yang hanya sebagian, dan ada yang tidak menerima kecuali sangat
sedikit dari hikmah-hikmah kenabian. Golongan ini mengatakan bahwa,
sahabat harus dipilah dan pilih, tidak bisa dikategorikan sama. Dan
karenanya, mereka dengan Rasul tidak boleh disamakan dalam posisi syar’i.
Siapakah sahabat Nabi?
Menurut Kamus
Al-Ashhab, ash-Shahabah, Shahaba, Yashhubu, Shuhbatan, Shahabatan, Shahibun,
artinya: teman bergaul, sahabat, teman duduk, penolong pengikut.
As-Shahib artinya kawan bergaul, pemberi kritik, teman duduk, pengikut,
teman atau orang yang melakukan atau menjaga sesuatu. Kata ini juga bisa
diartikan sebagai orang yang mengikuti suatu paham atau mazhab
tertentu. Misalnya, kita bisa bisa mengatakan: pengikut Imam Ja’far, pengikut Imam Syafi’I, pengikut Imam Malik dan lain-lain. Dapat juga kita menyatakannya seperti dalam frasa ishthahaba al-qaum, yang artinya, mereka saling bersahabat satu sama lain, atau ishthahaba al-bar, artinya, menyelamatkan unta (lih. Lisan-al-Arab Ibn Manzhur 1/915).
Menurut Peristilahan al-Qur’an
Kata as-Shuhbah – persahabatan- dapat diterapkan
pada hubungan: antara seorang mukmin dengan mukmin yang lain (Kahfi ayat
6), antara seorang anak dengan kedua orang tuanya yang berbada
keyakinan(Lukman ayat 15), antara dua orang yang sama-sama melakukan
perjalanan(an-Nisa ayat 36), antara tabi (pengikut) dengan matbu’
(yang mengikuti) (at-Taubah ayat 40), antara orang mukmin dengan orang
kafir (al-Kahfi ayat 34 dan 37), antara orang kafir dengan orang kafir
lainnya (al-Qamar ayat 29), antara seorang Nabi dengan kaumnya yang
kafir yang berusaha menghalangi dari kebaikan dan mengembalikannya pada
kesesatan (an-Najm ayat 2, Saba ayat 41) lihat juga Tafsir Ibn Katsir
untuk masing-masing ayat di atas.
Ahlul Sunnah wal Jam’ah (selanjutnya kita sebut; Sunni)
bersepakat dalam mendefenisikan sahabat dengan keadilan mereka
(sahabat). Pendapat mereka antara lain:
- Sa’id Bin Musayyab : Sahabat, adalah mereka yang berjuang
bersaama Rasulullah selama setahun atau dua tahun dan berperang bersama
Rasul sekalil atau dua kali.
- Al-Waqidi : Kami melihat, para ulama mengatakan, mereka
(sahabat Rasulullah) adalah siapa saja yang melihat Rasul, mengenal dan
beriman kepada beliau, menerima dan ridha terhadap urusan-urusan agama
walaupun sebentar.
- Ahmad bin Hanbal : Siapa saja yang bersama dengan Rasul
selama sebulan, atau sehari, atau satu jam atau hanya melihat beliau
saja, maka mereka adalah sahabat Rasulullah saaw.
- Bukhari : barang siapa yang bersama Rasulullah atau
belihat beliau dan dia dalam keadaan Islam, maka dia adalah Rahabat
Rasulullah saaw.
Al-Qawali menambahkan, kebersamaan itu walaupun sejam saja,
tapi secara umum kebersamaan itu mempersyaratkan waktu yang
lama.Al-Jaziri berkata, mereka adalah yang hadir dalam perang Hunain
yang berjumlah dua belas ribu orang, yang ikut dalam perang Tabuk, dan
ikut bersama Rasul dalam haji wada’. Demikianlah pendefenisian sahabat
menurut Sunni, walaupun secara Lughawai dan al-’Uruf al-’Am
memliki perbedaan yang jauh. Di mana persahabatan itu mempersyaratkan
kebersamaan dalam waktu yang lama. Jadi tidak bisa dimasukkan dalam
defenisi ini, bagi mereka yang bertemu hanya dalam waktu singkat, atau
hanya mendengar perkataan atau hanya dengan bercakap-cakap singkat, atau
tinggal bersama dalaml waktu yang singkat. Yang mengherankan adalah,
bahwa Sunni sudah sampai kepada kesepakatan tentang keadilan sahabat
sedangkan mereka masih saling ikhtilaf dalam pendefinisian sahabat?
Apakah Tujuan dari Tinjauan Kehidupan Sahabat?
Sebagian besar ulama Sunni memasukan sahabat Nabi ke dalam wilayah profane sangat holistic, sehingga sering kali kita mendengar pengkafiran, Zindiq, munafik dan pembuat bid’ah bagi mereka yang melanggar secret zona-line ini. Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam al-Ishabah jilid 1 hal. 17 mengatakan: Ahlu Sunnah bersepakat bahwa seluruh sahabat adalah ‘adil, kecuali dan barang siapa yang menentang ini adalah ahli bid’ah. Al-Khatib berkata: keadilan sahabat dengan legitimasi Allah
swt. adalah sesuatu yang tetap dan telah diketahui. Allah telah
memilih mereka (sahabat) dan mengabari tentang kesucian mereka. Kemudian
Ibnu Hajar berkata: al-Khatib meriwayatkan dari Abi Zar’ah al-Razi:
Kalau kamu melihat seseorang berkata tentang kekurangan (baca:kejelekan)
sahabat Rasul, maka ketahuilah bahwa orang itu adalah zindiq.
Karena Rasulullah adalah haq, al-Qur’an dan apa yang datang bersamanya
adalah haq. Dan sahabat telah menyampaikan itu semua kepada kita.
Orang-orang yang ingin mencemari keyakinan kita tentang itu, adalah
mereka yang ingin menolak kebenaran al-Qur’an dan Sunnah. Maka menolak
mereka adalah lebih utama sebab mereka adalah kaum zindiq.
Jawaban atas pernyataan di atas akan kita bahas dalam
bab-bab berikutnya. Tapi, terlepas dari itu semua, kritik terhadap
akidah dan sepak terjang sahabat bertujuan bukan untuk membatalkan
kebenaran al-Qur’an dan Sunnah, atau ingin menghilangkan keyakinan kaum
muslim. Tapi bila ingin mengetahui dan menguji keadilan para sahabat,
maka kita harus menguji secara naqidi, untuk mengetahui yang shaleh dan thaleh, untuk kemudian kita ambil dari mereka yang shaleh, agama bima huwa yang diajarkan Rasul dan menolak sebaliknya.
Kesulitan Kritik Objektif
In any case , kritik akan sampai kepada hasil yang
diharapkan bila saja, kita mampu melihat secara objektif objek yang
kita kritik. Salah satunya adalah melepaskan nilai-nilai yang sudah dari
dulu diletakkan para pendahulu kita. Tentu saja harus segera digaris
bawahi, bahwa tidak setiap yang old itu begitu saja kita tolak,
tapi yang ingin kita lakukan hanya ingin bersikap ilmiah dengan
mengolah dan menguji kembali apa-apa yang sudah dianggap paten oleh para
pendahulu kita.
Sebagai contoh: Imam Hanbal (lih. Kitab as-Sunnah Ahmad Bin
Hanbal hal.50) dan sebaik-baik ummat setelah Rasulullah adalah Abu
Bakar. Kemudian secara berurut, Umar, kemudian Ustman, kemudian Ali
-radiyallahu ‘anhum- kemudian para sahabat Muhammad saaw. setelah empat
Khulafa ar-Rasyidin. Dia melanjutkan, tak seorang pun boleh
membanding-bandingkan mereka, atau mencukupkan satu dari yang lain…..
Imam Asy’ari juga berpendapat bahwa, kita percaya kepada
sepuluh ahli surga sebagaimana yang disabdakan Rasul, kita mengikuti
mereka dan seluruh sahabat Nabi saaw. dan menerima segala tentang
mereka….(lih.al-Ibana hal.40/Maqalat, hal.294).
Cukupkah kita terhadap pernyataan di atas? Sementara
sedemikian jelasnya sejarah panjang perjalanan sahabat Rasul yang saling
berikhtilaf dan bertentangan dari permasalahan ritual ibadah
sampai akidah! Tidakkah para ulama di atas membaca sejarah bahwa sahabat
berbeda sampai dengan Rasul sendiri? Tidakkah mereka membaca bahwa
sesama sahabat saling menumpahkan darah! Bagaimana mungkin kita bisa
menerima seluruhnya, dan tidak boleh menolak seluruhnya sekaligus zindiq-kafir
bila mengambil segolongan dari mereka! Ini sangat bertentangan dengan
al-Qur’an dan as-Sunnah an-Nabawiyah sekaligus akal sehat!
Al-Qur’an telah mensifatkan sebagian sahabat dengan fasiq sebagaimana firman-Nya: “Wahai orang-orang beriman, apabila datang padamu seorang fasiq…..(al-Hujurat:6) dalam hadits, mensifati golongan yang membunuh ‘Ammar Bin Yasir sebagai golongan yang al-Baghiyah. Rasul bersabda: Engkau (‘Ammar) akan dibunuh golongan Baghyah, engkau
memanggil mereka ke surga, sedangkan mereka memanggilmu ke neraka
(al-Jam’ bain as-Shahihain 2/461). Sedangkan untuk orang-orang khawarij Rasul menyebut mereka orang-orang yang membunuh golongan yang paling utama dalam kebenaran.
Hadits-hadits seperti ini banyak termuat dalam kitab Shahih dan Masanid. Apabila
berpegang kepada sahabat adalah sebuah kewajiban sedangkan
mempertanyakan ihwal mereka adalah haram, kenapa al-Qur’an dan
Rasulullah saaw. mengabarkan kepada kita sifat-sifat seperti di atas.
Akal sehat tidak menerima penutupan kebenaran dengan kesalahan, menutupi
kebenaran, dan memposisikan sama antara yang benar dan yang salah.
Al-Qur’an dan Keadilan Sahabat
Dalam perang Uhud, ketika mendengar kabar bahwa Rasulullah
terbunuh, banyak di antara sahabat yang kembali lemah imannya, bahkan
mengarah ke arah kemurtadan, sehingga turunlah Ayat 144 surah al-Imran “Muhammad
itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika Dia wafat atau terbunuh,
kalian akan berbalik kebelakang (murtad)?……
Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat ini turun untuk peristiwa
perang Uhud, untuk sahabat setelah mendengar Rasululllah telah terbunuh
(lih. Tafsir Ibnu Katsir 1/409). (lihat juga Zadul Ma’ad Ibnu al-Qayyum
al-Jauzi hal.253). Ayat di atas menjelaskan tentang kemungkinan
berpaling dan goyahnya keimanan sahabat (hanya setelah mendengar berita
bohong terbunuhnya Rasul). Mungkinlah kita menyifati mereka dengan ‘adil
mutlak’ kepada yang berpotensi untuk murtad?
Ibnu Katsir menulis tentang sahabat yang meninggalkan Rasul
yang sedang khutbah Jum’at hanya karena perdagangan. Dia berkata bahwa
Imam Ahmad berkata: Berkata kepada Ibnu Idris dari Hushain bin Salim
dari Jabir, ia berkata: Aku sering masuk ke Madinah dan ketika
Rasulullah saaw. sedang berkhutbah orang-orang meninggalkan beliau dan
tersisa hanya dua belas orang saja,kemudian turunlah ayat “Dan
apabila mereka melihat perdagangan (yang menguntungkan) ataupermainan
(yang menyenangkan) mereka bubar dan pergi ke sana meninggalkan engkau
berdiri (berkutbah)(al-Jumu’ah ayat 11). Kejadian ini juga termuat dalam Shahihain. (lih. Tafsir Ibnu Katsir 4/378, ad-Durrul Mantsur Suyuthi hal.220-223, Shahih Bukhari 1/316, Shahih Muslim, 2/590)
Untuk penelitian dan eksplorasi yang mendalam tentang naqd al-Qur’an terhadap sahabat, silahkan anda buka kitab-kitab berikut:
- Tafsir Ibn Katsir 1/421 dan Tafsir at-Tabari 4/155, tafsir surah al-Imran ayat 161.
- Tafsir Ibn katsir 4/209 tafsir surah al-Hujurat ayat 6 dan 2/283-285 tafsir surah al-Anfal ayat 1
Lihat juga tafsir surah al-Imran ayat 103, al-Ahzab ayat
12-13. at-Taubah 101-102, al-Hujurat 14, at-Taubah ayat 60. dan
lain-lain yang tidak memungkinkan kita urai dan tulis satu persatu pada
tempat ini.
Al-Sunnah an-Nabawiyah dan Keadilan Sahabat
Al-Qur’an, sebagaimana telah kita urai, melihat sahabat sebagaimana tabi’in, yang di antara mereka ada yang adil dan yang fasiq, yang shaleh dan thaleh dan lain-lain. Sekarang merilah kita menengok sahabat dalam hadits-hadits Nabi saaw.
Al-Hakim dalam al-Mustadrak meriwayatkan bahwa Rasulullah
melarang sahabat-sahabat beliau untuk menyalati mayat seorang sahabat
yang lain (lih.Mustadrak al-Hakim 2/127, lihat juga Musnad Ahmad kitab al-jihad 4/114).
Rasulullah berlepas tangan dari Khalid Bin Walid, karena
membunuhi Bani Juzaimah yang telah menerima Islam, sebagian yang hidup
lalu ditawan, tapi kemudian para tawanan itu pun dibunuh juga. Rasul
mengangkat tangan ke langit “Ya Allah, aku berlepas tangan dari yang diperbuat Khalid” beliau mengatakannya dua kali (lih.Shahih Bukhari, Kitab Maghazi bab Ba’atsa an-Nabi Khalid Bin al-Walid, hadits 4339).
Rasulullah saaw. melaknat Hakam bin Ash Umayyah bin
Abdus-Salam – paman Ustman bin Affan dan ayah Marwan bin Hakam – dan
melaknat apa yang terdapat dalam tulang rusuknya (keturunannya).
Rasulullah bersabda, “celaka bagi umatku dari apa yang terdapat pada
tulang rusuk orang ini (keturunan Hakam bin Ash).” Dalam hadits, Aisyah
berkata kepada Marwan Bin Hakam, “Aku bersaksi bahwa Rasulullah melaknat
ayahmu, sedangkan engkau ketika itu berada pada tulang rusuknya.”
Bukhari dan Muslim meriwayatkan banyak sahabat Nabi
dimasukkan ke dalam neraka dan tertolak dari kelompok Nabi saaw. Bukhari
meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi telah bersabda, “Takkala aku
sedang berdiri, muncullah segerombolan orang yang kukenal dan muncul
pula seorang lelaki di antara diriku dan rombongan itu. Lelaki itu
berkata, “Ayo ” Aku bertanya, “Kemana?” Ia menjawab, “Ke neraka, demi
Allah!!” Aku bertanya; “Ada apa dengan mereka?” Ia menjawab; “Mereka
berbalik setelah engkau wafat.” Dan yang lain dari Asma’ binti Abi Bakar
yang berkata: Nabi bersabda; “Takkala berada di al-Haudh, aku tiba-tiba
melihat ada di antara kamu yang mengingkariku, yang mengikuti selain
diriku. AKu berkata; Ya Rabbi, dari diriku dan umatku? Dan terdengar
suara seseorang: Apakah engkau mengetahui apa yang mereka lakukan
sesudahmu? Demi Allah mereka terus mengingkarimu.” Dari bab yang sama
yang berasal dari Sa’id bin Musayyib yang berasal dari para sahabat Nabi
bahwa Nabi bersabda “Di al-Haudh sejumlah sahabat berbalik dan aku
bertanya: “Ya Rabbi mereka adalah sahabatku!”. Dan Nabi mendapat
jawaban; “Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang telah mereka lakukan
sesudahmu. Mereka telah berbalik mengingkarimu!” Riwayat ini juga
disampaikan oleh Sahl bin Sa’d. Bukhari juga meriwayatkan yang berasal
dari Ibnu Abbas, Nabi saaw. Bersabda; “Dan sejumlah sahabat mengambil
jalan kiri dan aku berseru “Sahabatku, sahabatku!” dan terdengar
jawaban: “Mereka tak pernah berhenti berbalik ingkar sejak berpisah
denganmu.” (lih.Shahih Bukhari jilid 4 bab al-Haudh, akhir bab ar-Ruqab,
hal.94 dan jilid 3/30 bab Ghazwah Hudaibiyah).
Muslim juga meriwayatkan, Nabi bersabda; “Sebagian orang
menjadikan aku sebagai sahabat akan berbalik dariku di telaga Haudh,
yaitu takkala dengan tiba-tiba aku melihat mereka dan mereka melihat
kepadaku, kemudian meninggalkanku dan aku benar-benar akan bertanya:
“Wahai Rabbi, para sahabatku. Dan akan terdengar: “Engkau tidak tahu apa
yang mereka lakukan sesudahmu” (lih.Shahih Muslim kitab Fadhail hadits
40, lihat juga Musnad Ahmad 1/453, jilid 2/28 dan jilid 5/48).
Sejarah dan Keadilan Sahabat
Dua uraian sumber hukum terpenting agama Islam, telah kita jelajahi dalam membaca kembali sahabat. Sekarang marilah kita journey ke
petak-petak sejarah sahabat Nabi setelah beliau wafat. Mukhtashar
Tarikh Dimasyk 8/19, Sirah I’lam an-Nubala’ 3/235, Tarikh at-Thabari
2/272, Usudul Ghabah 2/95, dan al-Ishabah 5/755.
Kita ambil dari at-Thabari, Malik Bin Nawairah Bin Hamzah
al-Ya’rubi sudah Islam dan saudaranya, Rasul menunjuknya sebagai petugas
pengumpul shadaqah bani Yarbu’. Setelah Rasul saaw. wafat, meluas
kemurtadan di antara kabilah-kabilah. Abu Bakar, mengutus Khalid Bin
Walid untuk memandamkan fitnah tersebut, tapi Khalid sangat
berlebihan. Khalid membunuh sahabat-sahabat Nabi saaw. termasuk Malik
Bin Nawairah, tidak sampai di situ, Khalid kemudian menzinahi istri
Malik Bin Nawairah (yakni tanpa menunggu iddahnya).
Abu Bakar dan Umar berbeda keras dalam kasus ini, Umar
bersikeras agar Khalid Bin Walid dihukum berat. Umar berkata kepada
Khalid “Kamu telah membunuh seorang muslim, lali engkau memperkosa istrinya! Demi Allah, akan kurajam engkau! (lih.Tarikh Ibn Atsir, dan Wafayat al-’A'yan Ibn Khalikan Abu Bakar alih-alih menghukum Khalid, Khalid dia malah diberi gelar saif Allah al-madzlul.
Umar, setelah menjabat sebagai khalifah, memecat Khalid dan melantik
Abu Ubaidah untuk menggantikan Khalid (lih. Sirah a’lam an-Nubala
3/236).
Sa’ad Bin Ubadah, Hubab bin al-Mundzir bin al-Jamuh
al-Anshari, tidak membaiat Abu Bakar sebagai khalifah. Amirul Mukminin
Ali as, al-Abbas, ‘Uthbah bin Abi Lahab (juga anggota Bani Hasyim
lainnya), Abu Dzar, Salman al-Farisi, al-Miqdad, ‘Ammar bin Yasir,
Zubair, Khuzaimah bin Tsabit, ‘Amr bin Waqadah, Ubay bin Ka’ab, al-Bara’
bib ‘Azib. Semuanya pada mulanya menolak membaiat kepada Abu Bakar.
Sejarah mencatat, malah sebagian dari mereka, seperti Sa’d bin Ubadah
dan Hubab al-Munzdir, malah terbunuh secara rahasia. (lih.Shahih Bukhari
dan Muslim, Tarikh at-Tabari, al-’Iqd al-Farid dan al-Kamil Ibn
Katsir).
Lihat juga pertengkaran Sayyidah Fathimah az-Zahra,
penghulu para wanita seluruh alam, putri belahan jiwa Rasulullah, dengan
Abu Bakar. Semua mengetahui pertengkaran tersebut.(lih.Shahih Bukhari
3/36 – 4/105, Muslim 2/72, Musnad Ahmad bin Hanbal 1/6, al-Imamah wa
as-Siyasah Ibn Qutaibah, dan Syahr Nahjul Balaghah Ibn Abil Hadid
al-Mu’tazili).
Sebenarnya masih sangat banyak yang telah tercatat dalam
sejarah tentang prilaku sahabat, sebagaimana yang dilaporkan Muslim
tentang sahabat pada masa Umar Bin Khattab yang menjual Khamar
(lih.Shahih Muslim 5/41 bab Tahrim al-Khamer) tidak hanya sebatas itu,
sahabat tersebut juga, suka menumpahkan darah orang-orang yang tak
berdosa dan para pengumpul Qur’an (lih.Tarikh at-Thabari 3/176).
Aisyah Binti Abi Bakar melaknat Utsman (lih. Tarikh
at-Thabari 4/459, an-Nihayah Ibn Atsir 5/80), Mu’awiyah melaknat dan
memerintahkan setiap khatib jum’at dan imam shalat untuk melaknat Ali
bin Abi Thalib, dan kedua cucu Rasulullah saaw, al-Hasan dan al-Husain
di atas minbar dan dalam qunut shalat. Umar dan Abu Bakar melaknat Sa’id
Bin Ubadah ketika ia masih hidup. Dan masih banyak lagi dalam sejarah,
para sahabat melaknat sebagian sahabat yang lain dan berlepas diri dari
yang lain.
Kesimpulan Bahasan
To make long story short, Sebagaimana yang telah
al-Qur’an dan Sunnah telah wajibkan, menghormati sahabat dan
memposisikan mereka pada derajat yang tinggi merupakan suatu kelaziman.
Tapi selain itu, kedua sumber hukum Islam ini juga memerintahkan kepada
kita untuk menilai sesuai dengan kapasitas mereka.
Orang-orang yang dicela al-Qur’an sudah pasti bukan orang
adil, orang-orang yang disebut fasiq pasti tidak adil. Orang-orang yang
menyepelekan Nabi pasti bukan adil, orang-orang yang dilaknat Nabi saaw.
pasti tidak adil, orang-orang yang tidak cela Nabi saaw. pasti tidak
adil. Mereka sebagaimana kamu muslim yang lain, bisa jadi berbuat salah
dan benar, di antara mereka ada yang adil sebagimana ada yang tidak.
Menghukumi mereka adil secara keseluruhan adalah sangat berseberangan
dengan sikap ilmiah dan bertentangan dengan sejarah, dan secara tidak
langsung meragukan kebenaran nas. Bahkan syi’ar tersebut terbukti
benar-benar bertentangan dengan nas-nas dan hadits Rasulullah saaw. yang
jelas. Al-Qur’an mengajarkan kita, wa la tus-alu ‘amma ka nu ya’malun –kalian tidak akan diminta pertanggung jawaban atas apa yang mereka lakukan- bukan, wa la tas-alu ‘amma kanu ya’malun –janganlah kalian bertanya terhadap apa yang mereka lakukan-.[]
Langganan:
Postingan (Atom)