Najis
atau Rijs ialah sesuatu yang dipandang kotor oleh syara’/ hukum agama.
Dan ini, berdasar keterangan yang diambil dari ayat dan hadits-hadits,
terbagi menjadi 3 :
1. Najis ‘Aqidah, artinya kotor dalam kepercayaan/keyaqinan-nya.
2. Najis untuk dimakan/diminum, artinya benda-benda itu haram untuk dimakan/diminum.
3. Najis disentuh, maksudnya kita diwajibkan untuk mencuci/ membersihkannya bila kita menyentuh/tersentuh benda-benda tersebut.
Dalam bab ini kita hanya akan membahas bab yang no. 3 yakni “Najis disentuh”.
Yang termasuk najis disentuh
Menurut
qaidah ushul (aturan-aturan untuk menetapkan suatu hukum agama), asal
segala sesuatu benda itu adalah halal dan suci serta boleh dipergunakan
untuk apasaja, kecuali bila ada keterangan agama yang mencegahnya, baik
dari Al-Qur’an maupun dari hadits yang shahih.
Maka
untuk menetapkan bahwa sesuatu benda itu najis, wajib ada nash Al-Qur’an
atau hadits shahih yang menjelaskannya. Dan sepanjang penelitian kami,
yang najis berdasar syara’ sehingga kita diwajibkan mensucikannya adalah
:
1. Kotoran manusia
2. Kencing manusia
3. madzi
4. darah haidl
5. darah nifas
1. Kotoran manusia
عَنْ
عَائِشَةَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اِذَا ذَهَبَ اَحَدُكُمْ
اِلَى اْلغَائِطِ فَلْيَسْتَطِبْ بِثَلاَثَةِ اَحْجَارٍ فَاِنَّهَا تُجْزِى
عَنْهُ. احمد و النسائى و ابو داود و الدارقطنى و قال: اسناده صحيح حسن
Dari
‘Aisyah RA, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah bersabda,
“Apabila salah seorang diantara kamu pergi buang air besar, maka
hendaklah bersuci dengan tiga batu, karena tiga batu itu sudah
mencukupinya”. [HR. Ahmad, Nasai, Abu Dawud dan Daruquthni. Daruquthni berkata : Sanadnya shahih hasan]
عَنْ
اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رض قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدْخُلُ
اْلخَلاَءَ فَاَحْمِلُ اَنَا وَ غُلاَمٌ نَحْوِى اِدَاوَةً مِنْ مَاءٍ وَ
عَنَزَةً فَيَسْتَنْجِى بِاْلمَاءِ. متفق عليه
Dari
Anas bin Malik RA, ia berkata, “Adalah Rasulullah SAW masuk ke tempat
buang air, lalu saya dan seorang muda sebaya saya membawakan bejana
berisi air dan sebuah tongkat, kemudian Rasulullah SAW beristinjak
dengan air itu”. [HR. Muttafaq ‘alaih]
2. Kencing manusia
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِسْتَنْزِهُوْا مِنَ
اْلبَوْلِ فَاِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ اْلقَبْرِ مِنْهُ. الدارقطنى. و
للبخارى: اَكْثَرُ عَذَابِ اْلقَبْرِ مِنَ اْلبَوْلِ.
Dari
Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW pernah bersabda,
“Bersucilah kamu sekalian dari kencing, karena umumnya adzab qubur itu
adalah dari sebab kencing”. [HR. Daruquthni] Dan pada riwayat Hakim, “Kebanyakan adzab qubur itu adalah lantaran kencing”.
عَنْ
اَنِسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: جَاءَ اَعْرَبِيٌّ فَبَالَ فِى طَائِفَةِ
اْلمَسْجِدِ فَزَجَرَهُ النَّاسُ فَنَهَاهُمُ النَّبِيُّ ص. فَلَمَّا قَضَى
بَوْلَهُ اَمَرَ النَّبِيُّ ص بِذَنُوْبٍ مِنْ مَاءٍ فَاُهْرِيْقَ.
البخارى
Dari
Anas bin Malik, ia berkata : Ada seorang Arab gunung datang, lalu
kencing di bagian masjid. Kemudian orang banyak sama membentaknya, lalu
Nabi SAW melarang mereka berbuat yang demikian. Setelah orang itu
selesai dari kencingnya, Nabi SAW memerintahkan supaya mengambil seember
air, lalu disiramkanlah air itu di atas kencing orang tersebut”. [HR. Bukhari)
Keterangan :
Dari hadits diatas bisa diambil pengertian bahwa kencing manusia itu adalah najis dan harus dibersihkan.
3. Madzi (air sex) manusia
Madzi
ialah air yang bening dan lekat (pliket) yang keluar dari kemaluan
seseorang bila terangsang nafsu sexnya (nafsu syahwatnya). Dan bisa juga
keluar disebabkan badan terlalu lelah.
عَنْ
عَلِيّ بْنِ اَبِى طَالِبٍ رض قَالَ: كُنْتُ رَجُلاً مَذَّاءً
فَاسْتَحْيِيْتُ اَنْ اَسْأَلَ رَسُوْلَ اللهِ ص لِمَكَانِ ابْنَتِهِ
فَاَمَرْتُ اْلمِقْدَادَ بْنَ اْلاَسْوَدِ فَسَأَلَهُ. فَقَالَ: يَغْسِلُ
ذَكَرَهُ وَ يَتَوَضَّأُ. مسلم
Dari
‘Ali bin Abu Thalib RA, ia berkata : Saya adalah seorang laki-laki yang
banyak mengeluarkan madzi, karena saya malu untuk bertanya kepada
Rasulullah SAW mengingat kedudukan putri beliau (Fathimah), maka saya
menyuruh Miqdad bin Aswab (untuk bertanya kepada beliau). Lalu dia
bertanya kepada Rasulullah SAW. Kemudian beliau bersabda, “Hendaklah ia
cuci kemaluannya dan berwudlu”. [HR. Muslim]
Keterangan :
Dari hadits tersebut bisa diambil pengertian bahwa madzi itu adalah najis dan harus dibersihkan dari badan.
4. Darah Haidl.
Sabda Nabi SAW kepada Fathimah binti Abu Hubaisy :
فَاِذَا اَقْبَلَتْ حَيْضَتِكِ فَدَعِى الصَّلاَةَ وَ اِذَا اَدْبَرَتْ فَاغْسِلِى عَنْكِ الدَّمَ ثُمَّ صَلّى. البخارى
“....
maka apabila datang haidlmu, tinggalkanlah shalat dan apabila sudah
berhenti maka cucilah darah itu dari tubuhmu, kemudian shalatlah”. [HR. Bukhari]
Keterangan :
Dari hadits tersebut bisa diambil pengertian bahwa darah haidl itu najis dan harus dibersihkan dari badan.
5. Darah Nifas
Darah
nifas ialah darah yang keluar ketika seorang wanita melahirkan dan
sesudahnya. Wanita yang sedang nifas tidak boleh shalat sebagaimana
wanita yang sedang haidl, sebagaimana hadits dibawah ini :
عَنْ
اُمّ سَلَمَةَ قَالَتْ: كَانَتِ النُّفَسَاءُ تَقْعُدُ عَلَى عَهْدِ
النَّبِيّ ص بَعْدَ نِفَاسِهَا اَرْبَعِيْنَ يَوْمًا. الخمسة الا النسائى و
اللفظ لابى داود
Dari Ummu
Salamah, ia berkata, “Adalah wanita-wanita yang nifas di zaman Nabi SAW
duduk (tidak shalat) setelah melahirkan selama empat puluh hari”. [HR.
Khamsah kecuali Nasai dan lafadh itu bagi Abu Dawud]
Keterangan :
Dari
hadits tersebut bisa diambil pengertian bahwa wanita yang nifas itu
hukumnya sama dengan wanita yang haidl yaitu sama-sama tidak boleh
mengerjakan shalat, oleh sebab itu darah nifas pun hukumnya sama dengan
darah haidl yaitu najis.
Alat Untuk Bersuci
1. Air, sebagaimana dijelaskan oleh ayat-ayat dan hadits pada masalah air yang lalu.
2. Benda-benda yang suci yang kesat dan tidak licin, seperti : batu, kertas, tembikar, kayu, kain dan lain sebagainya.
عَنْ
عَائِشَةَ رض قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا ذَهَبَ اَحَدُكُمْ
اِلَى اْلغَائِطِ فَلْيَسْتَطِبْ بِثَلاَثَةِ اَحْجَارٍ فَاِنَّهَا تُجْزِى
مِنْهُ. احمد و النسائى و ابو داود و الطارقطنى
Dari
‘Aisyah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Apabila salah seorang
diantara kamu buang air, maka hendaklah ia membersihkan diri
(membersihkan qubul atau duburnya) dengan tiga biji batu. Itu mencukupi
baginya”. [HR. Ahmad, Nasai, Abu Dawud dan Daruquthni]
Dilarang beristinjak dengan kotoran binatang yang sudah kering atau tulang.
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: اِنَّ النَّبِيَّ ص نَهَى اَنْ نَسْتَنْجِيَ
بِرَوْثٍ اَوْ بِعَظْمٍ وَ قَالَ: اِنَّهُمَا لاَ يُطَهّرَانِ. الدارقطنى
Dari
Abu Hurairah RA, ia berkata : Bahwa Nabi SAW melarang kita beristinjak
dengan kotoran hewan atau tulang, dan bersabda, ”Kotoran hewan dan
tulang itu tidak dapat membersihkan”. [HR. Daruquthni]
عَنْ جَابِرٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ رض قَالَ: نَهَى النَّبِيُّ ص اَنْ نَتَمَسَّحَ بِعَظْمٍ اَوْ بِعَرَةٍ. احمد و مسلم و ابو داود
Dari Jabir bin Abdullah RA, ia berkata, “Nabi SAW mencegah kami menyapu qubul dan dubur dengan tulang atau kotoran hewan”. [HR. Ahmad, Muslim dan Abu Dawud]
عَنِ
ابْنِ مَسْعُوْدٍ رض قَالَ: اَتَى النَّبِيُّ ص اْلغَائِطَ فَاَمَرَنِى
اَنْ اَتِيَهُ بِثَلاَثَةِ اَحْجَارٍ فَوَجَدْتُ حَجَرَيْنِ وَ اْلتَمَسْتُ
الثَّالِثَ فَلَمْ اَجِدْ فَاَخَذْتُ رَوْثَةً فَاَتَيْتُهُ بِهَا
فَاَخَذَ اْلحَجَرَيْنِ وَ اَلْقَى الرَّوْثَةَ وَ قَالَ: هذِهِ رِكْسٌ.
احمد و البخارى و الترمذى و النسائى و ابن ماجه
Ibnu
Mas’ud berkata : Nabi SAW pergi buang air besar dan beliau menyuruh aku
membawa tiga biji batu. Aku hanya mendapati dua biji batu. Aku cari batu
yang ketiga, aku tidak memperolehnya. Karena itu, aku mengambil kotoran
hewan yang sudah kering lalu kubawa kepada Rasul. Setelah Rasul
menerimanya, beliaupun mengambil dua biji batu serta melemparkan kotoran
hewan itu sambil bersabda, ”Itu adalah kotor”. [HR. Ahmad, Bukhari, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah]
Cara bersuci dan mensucikan najis
Pergunakan tangan kiri dalam membersihkan najis-najis itu :
عَنْ
اَبِى قَتَادَةَ رض: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ يَمَسَّنَّ اَحَدُكُمْ
ذَكَرَهُ بِيَمِيْنِهِ وَ هُوَ يَبُوْلُ وَ لاَ يَتَمَسَّحَ مِنَ
اْلخَلاَءِ بِيَمِيْنِهِ وَ لاَ يَتَنَفَّسْ فِى اْلاِنَاءِ. البخارى و
مسلم و اللفظ له
Dari
Abu Qatadah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, ”Janganlah kamu
memegang kemaluan dengan tangan kanan dikala buang air (berkemih) dan
janganlah menggosok atau menyapu tempat yang digosok atau disapu itu
dengan tangan kanan, dan janganlah bernafas dalam tempat air minum”. [HR. Bukhari dan Muslim, dan lafadh itu bagi Muslim]
Bila
beristinjak (bersuci sehabis buang air besar/kecil) dengan batu, maka
hendaklah yang ganjil bilangannya dan yang lebih utama adalah dengan 3
buah batu. Boleh juga dengan sebuah batu yang mempunyai 3 sisi.
عَنْ
خُزَيْمَةَ بْنِ ثَابِتٍ رض قَالَ: اِنَّ النَّبِيَّ ص سُئِلَ عَنِ
اْلاِسْتِطَابَةِ فَقَالَ: بِثَلاَثَةِ اَحْجَارٍ لَيْسَ فِيْهَا رَجِيْعٌ.
احمد و ابو داود و ابن ماجه
Dari
Khuzaimah bin Tsabit RA, ia berkata : Bahwasannya pernah ditanyakan
kepada Nabi SAW tentang hal istithabah (membersihkan diri dari berak dan
kemih). Maka pertanyaan itu dijawab Rasul dengan sabdanya, ”
Beristithabah itu dengan tiga biji batu, tak ada kotoran dalam tiga batu
itu”. [HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah]
Bekas darah haidl yang tidak bisa hilang setelah dicuci tidak dianggap najis.
عَنْ
اَسْمَاءَ بِنْتِ اَبِى بَكْرٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ فِى دَمِ
اْلحَيْضِ يُصِيْبُ الثَّوْبَ تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرَصُهُ بِاْلمَاءِ ثُمَّ
تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلّيَ فِيْهِ. متفق عليه
Dari
Asma’ binti Abu Bakar, bahwasannya Nabi SAW pernah bersabda tentang
darah haidl yang mengenai pakaian, “(Hendahlah) ia kerik, kemudian ia
gosok dengan air kemudian ia cuci , kemudian shalat dengan (memakai)nya”. [Muttafaq ’Alaih]
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَتْ خَوْلَةُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، فَاِنْ
لَمْ يَذْهَبِ الدَّمُ؟ قَالَ: يَكْفِيْكِ اْلمَاءُ وَ لاَ يَضُرُّكِ
اَثَرُهُ. اخرجه الترمذى
Dari
Abu Hurairah, ia berkata : Khaulah bertanya, ”Ya Rasulullah bagaimana
jika tidak hilang darahnya ?”. Beliau bersabda, ”Cukup bagimu (mencuci
dengan) air, dan tidak mengapa bagimu bekas darah itu”. [HR. Tirmidzi]
Air Mani Tidak Najis
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَغْسِلُ اْلمَنِيَّ ثُمَّ
يَخْرُجُ اِلَى الصَّلاَةِ فِى ذلِكَ الثَّوْبِ وَ اَنَا اَنْظُرُ اِلَى
اَثَرِ اْلغُسْلِ. متفق عليه
Dari
‘Aisyah, ia berkata, “Adalah Rasulullah SAW mencuci mani, kemudian
beliau keluar untuk shalat dengan memakai kain itu, sedang saya melihat
bekas cucian itu”. [Muttafaq ‘Alaih]
و لمسلم: لَقَدْ كُنْتُ اَفْرُكُهُ مِنْ ثَوْبِ رَسُوْلِ اللهِ ص
Dan
bagi Muslim (‘Aisyah berkata), ”Sesungguhnya saya pernah menggosoknya
(mani itu) dari kain Rasulullah SAW, lalu beliau shalat dengan
(memakainya)”.
و فى لفظ له: لَقَدْ كُنْتُ اَحُكُّهُ يَابِسًا بِظُفْرِى مِنْ ثَوْبِهِ
Dan di
dalam lafadh lain baginya, ”Sesungguhnya saya pernah mengkikisnya
(mani) dalam keadaan kering dengan kuku saya dari kainnya”. [HR. Muslim]
Keterangan :
Rasulullah
SAW mencuci kain yang kena mani itu tidak berarti mani itu najis,
karena sering juga orang mencuci kain yang kena ludah atau ingus. Jadi
hanya masalah kebersihan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar