Jampi-jampi yang Dibolehkan
عَنْ
عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ اْلاَشْجَعِيِّ قَالَ: كُنَّا نَرْقِى فِى
اْلجَاهِلِيَّةِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَيْفَ تَرَى فِى ذلِكَ؟
فَقَالَ: اِعْرِضُوْا عَلَيَّ رُقَاكُمْ. لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ
يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ. مسلم
Dari
‘Auf bin Malik Al-Asyja’iy ia berkata, “Dahulu kami biasa melakukan
jampi-jampi di masa Jahiliyah, lalu kami bertanya, “Ya Rasulullah,
bagaimana pendapat engkau tentang yang demikian itu ?”. Rasulullah SAW
menjawab, “Perlihatkanlah dulu kepadaku bagaimana jampi-jampi kalian.
Tidak mengapa menjampi selama tidak mengandung syirik”. [HR. Muslim 4:1727]
عَنْ
اَبِى سَعِيْدِ اْلخُدْرِيِّ اَنَّ نَاسًا مِنْ اَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ ص
كَانُوْا فِى سَفَرٍ فَمَرُّوْا بِحَيٍّ مِنْ اَحْيَاءِ اْلعَرَبِ
فَاسْتَضَافُوْهُمْ فَلَمْ يُضِيْفُوْهُمْ. فَقَالُوْا لَهُمْ: هَلْ
فِيْكُمْ رَاقٍ؟ فَاِنَّ سَيِّدَ اْلحَيِّ لَدِيْغٌ اَوْ مُصَابٌ. فَقَالَ
رَجُلٌ مِنْهُمْ: نَعَمْ، فَاَتَاهُ فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ
فَبَرَأَ الرَّجُلُ، فَاُعْطِيَ قَطِيْعًا مِنْ غَنَمٍ، فَاَبَى اَنْ
يَقْبَلَهَا وَ قَالَ: حَتَّى اَذْكُرَ ذلِكَ لِلنَّبِيِّ ص فَاَتَى
النَّبِيَّ ص فَذَكَرَ ذلِكَ لَهُ. فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَ اللهِ
مَا رَقَيْتُ اِلاَّ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ. فَتَبَسَّمَ وَ قَالَ: وَ مَا
اَدْرَاكَ اَنَّهَا رُقْيَةٌ؟ ثُمَّ قَالَ خُذُوْا مِنْهُمْ وَ اضْرِبُوْا
لِى بِسَهْمٍ مَعَكُمْ. و فى رواية : فَجَعَلَ يَقْرَأُ اُمَّ اْلقُرْآنِ،
وَ يَجْمَعُ بُزَاقَهُ، وَ يَتْفُلُ فَبَرَأَ الرَّجُلُ. مسلم
Dari
Abu Sa’id Al-Khudriy bahwasanya beberapa orang diantara shahabat
Rasulullah SAW sedang dalam perjalanan (musafir) lalu mereka melewati
suatu kampung dari kampung-kampung Arab. Mereka berharap bisa menjadi
tamu di kampung tersebut, tetapi penduduk kampung itu tidak mau
menerimanya. Lalu penduduk kampung tersebut bertanya kepada mereka,
“Apakah diantara kalian ada orang yang bisa menjampi ?”. Karena kepala
kampung di sini baru terkena sengatan. Seorang dari rombongan sahabat
itu menjawab, “Ya, ada”. Lalu shahabat tersebut datang kepada kepala
kampung tersebut dan menjampinya dengan Surat Al-Fatihah. Ternyata
kepala kampung itu sembuh, lalu shahabat tersebut diberi upah beberapa
ekor kambing. Tetapi shahabat yang menjampinya itu tidak mau
mengambilnya dan berkata, “Saya akan menyam-paikannya dulu kepada Nabi
SAW”. Kemudian dia datang kepada Nabi SAW dan menceritakan hal tersebut
kepada beliau. Ia berkata, “Ya Rasulullah, demi Allah saya tidak
menjampi kecuali dengan membacakan surat Al-Fatihah”. Maka Nabi SAW
tersenyum dan bersabda, “Darimana kau tahu bahwa surat Al-Fatihah itu
bisa untuk menjampi ?”. Lalu beliau bersabda, “Ambillah (kambing-kambing
itu) dari mereka dan ikutkan saya dalam pembagian kalian”. Dan dalam
riwayat lain disebutkan, shahabat itu membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah)
dan mengumpulkan ludahnya lalu meludahkannya, maka sembuhlah kepala
kampung itu. [HR. Muslim 4:1727, Bukhari dan Ibnu Hibban. Dan di dalam Ibnu Hiibban diterangkan bahwa kambing tersebut 30 ekor]
عَنْ
اَبِى سَعِيْدِ اْلخُدْرِيِّ قَالَ: نَزَلْنَا مَنْزِلاً فَاَتَتْنَا
امْرَأَةٌ فَقَالَتْ: اِنَّ سَيِّدَ اْلحَيِّ سَلِيْمٌ لُدِغَ. فَهَلْ
فِيْكُمْ مِنْ رَاقٍ؟ فَقَامَ مَعَهَا رَجُلٌ مِنَّا. مَا كُنَّا نَظُنُّهُ
يُحْسِنُ رُقْيَةً. فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ فَبَرَأَ
فَاَعْطَوْهُ غَنَمًا، وَ سَقَوْنَا لَبَنًا فَقُلْنَا: اَكُنْتَ تُحْسِنُ
رُقْيَةً؟ فَقَالَ: مَا رَقَيْتُهُ اِلاَّ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ. قَالَ،
فَقُلْتُ: لاَ تُحَرِّكُوْهَا حَتَّى نَأْتِيَ النَّبِيَّ ص فَاَتَيْنَا
النَّبِيَّ ص فَذَكَرْنَا ذلِكَ لَهُ، فَقَالَ: مَا كَانَ يَدْرِيْهِ
اَنَّهَا رُقْيَةٌ؟ اِقْسِمُوْا وَ اضْرِبُوْا لِى بِسَهْمٍ مَعَكُمْ. مسلم
Dari
Abu Sa’id Al-Kudriy, ia berkata, “Kami sedang beristirahat di suatu
tempat, tiba-tiba seorang wanita datang kepada kami dan berkata,
“Sesungguhnya kepala kampung kami tersengat kalajengking. Apakah
diantara kalian ada yang bisa menjampi ?”. Maka seseorang diantara kami
berdiri lalu pergi bersama wanita itu. Kami tidak menduga sebelumnya,
bahwa teman kami itu pandai menjampi. Lalu dia menjampi kepala kampung
itu dengan membaca surat Al-Fatihah, maka sembuh. Lalu orang-orang
kampung memberinya kambing dan memberi kami minum susu. Kami bertanya
kepada teman kami, “Apakah engkau memang pandai menjampi ?”. Dia
menjawab, “Aku hanya menjampinya dengan surat Al-Fatihah”. Aku (Abu
Sa’id) berkata, “Jangan kalian apa-apakan dulu kambing itu sebelum kita
datang melapor kepada Nabi SAW”. Kemudian kami datang kepada Nabi SAW
dan menuturkan hal itu kepada beliau. Mendengar penuturan kami beliau
bersabda, “Bukankah tidak ada yang memberitahu, bahwa surat Al-Fatihah
itu bisa untuk menjampi ? Bagilah kambing-kambing itu dan berilah aku
bagian bersamamu”. [HR. Muslim 4:1728]
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَأْمُرُنِى اَنْ اَسْتَرْقِيَ مِنَ اْلعَيْنِ. مسلم
Dari Aisyah ia berkata, “Rasulullah SAW pernah menyuruhku untuk meminta jampi dari sakit mata”. [HR. Muslim 4:1725]
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ فِى الرُّقَى قَالَ: رُخِّصَ فِى اْلحُمَةِ وَ النَّمْلَةِ وَ اْلعَيْنِ. مسلم
Dari Anas bin Malik, ia berkata tentang menjampi, “Diidzinkan untuk mengatasi racun, luka di lambung dan mata”. [HR. Muslim 4:1725]
عَنْ
اَبِى الزُّبَيْرِ اَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ يَقُوْلُ:
اَرْخَصَ النَّبِيُّ ص فِى رُقْيَةِ اْلحَيَّةِ لِبَنِى عَمْرٍو، قَالَ
اَبُو الزُّبَيْرِ: وَ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ يَقُوْلُ:
لَدَغَتْ رَجُلاً مِنَّا عَقْرَبٌ وَ نَحْنُ جُلُوْسٌ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص
فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَرْقِى؟ قَالَ: مَنِ اسْتَطَاعَ
مِنْكُمْ اَنْ يَنْفَعَ اَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ. مسلم
Dari
Abuz Zubair bahwasanya ia mendengar Jabir bin Abdullah berkata, “Nabi
SAW memberi idzin untuk menjampi ular kepada Bani ‘Amr”. Abuz Zubair
berkata, “Aku mendengar Jabir bin Abdullah berkata, “Seseorang diantara
kami tersengat kalajengking. Ketika itu kami sedang duduk bersama
Rasulullah SAW. Lalu ada orang bertanya, “Ya Rasulullah, bolehkah aku
menjampinya ?” Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa diantara kalian
sanggup menolong saudaranya (kawannya), hendaklah dia lakukan”. [HR. Muslim 4:1726]
عَنْ
جَابِرٍ قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص عَنِ الرُّقَى فَجَاءَ آلُ عَمْرِو
بْنِ حَزْمٍ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ،
اِنَّهُ كَانَتْ عِنْدَنَا رُقْيَةٌ نَرْقِى بِهَا مِنَ اْلعَقْرَبِ وَ
اِنَّكَ نَهَيْتَ عَنِ الرُّقَى. قَالَ: فَعَرَضُوْهَا عَلَيْهِ. فَقَالَ:
مَا اَرَى بَأْسًا مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ اَنْ يَنْفَعَ اَخَاهُ
فَلْيَنْفَعْهُ. مسلم
Dari
Jabir, ia berkata : Rasulullah SAW melarang jampi-jampi. Lalu datanglah
keluarga ‘Amr bin Hazm kepada Rasulullah SAW. Mereka berkata, “Ya
Rasulullah, kami mempunyai mantra yang bisa untuk menjampi sengatan
kalajengking. Sedangkan engkau melarang jampi-jampi”. Lalu mereka
memperlihatkan jampi-jampi mereka kepada Rasulullah SAW. Maka Rasulullah
SAW bersabda, “Aku kira tidak apa-apa. Barangsiapa diantara kalian bisa
menolong saudaranya, hendaklah dia lakukan”. [HR. Muslim 4:1726]
Keterangan :
Dari
hadits-hadits diatas bisa dipahami bahwa ruqyah (jampi-jampi) yang tidak
mengandung syirik itu tidak dilarang. Menurut riwayat Bukhari Nabi SAW
biasa melakukan ruqyah ketika akan tidur, yaitu melaksanakan suwuk
(menghembus pada kedua tapak tangan yang disatukan dan membaca surat
Al-Ikhlash, Al-Falaq dan An-Naas, lalu mengusapkan ke seluruh badan
semaksimalnya). Dan ketika Nabi SAW menjenguk orang sakit, beliau juga
melakukan ruqyah dengan membaca doa bagi orang sakit.
Petunjuk Nabi SAW Tentang Wabah Yang Berjangkit Di Suatu Daerah
عَنْ
عَامِرِ بْنِ سَعْدِ بْنِ اَبِى وَقَّاصٍ عَنْ اَبِيْهِ اَنَّهُ سَمِعَهُ
يَسْأَلُ اُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ: مَاذَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ ص
فِى الطَّاعُوْنِ؟ فَقَالَ اُسَامَةُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص:
اَلطَّاعُوْنُ رِجْزٌ اَوْ عَذَابٌ اُرْسِلَ عَلَى بَنِى اِسْرَائِيْلَ
اَوْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ. فَاِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِاَرْضٍ فَلاَ
تَقْدَمُوْا عَلَيْهِ. وَ اِذَا وَقَعَ بِاَرْضٍ وَ اَنْتُمْ بِهَا فَلاَ
تَخْرُجُوْا فِرَارًا مِنْهُ. مسلم
Dari
‘Amir bin Sa’ad bin Abu Waqqash, dari ayahnya, bahwasanya dia mendengar
(Sa’ad bin Abu Waqqash) bertanya kepada Usamah bin Zaid, “Apa yang kamu
dengar dari Rasulullah SAW tentang penyakit tha’un ?”. Usamah menjawab,
Rasulullah SAW bersabda, “Penyakit tha’un (lepra) itu ialah suatu
hukuman atau siksaan yang ditimpakan kepada kaum Bani Israil, atau
kepada ummat-ummat sebelum kalian. Maka apabila kalian mendengar
penyakit tha’un itu melanda suatu daerah, janganlah kalian datang ke
daerah itu. Dan apabila menimpa suatu daerah sedangkan kamu berada
padanya, maka janganlah kalian keluar lari dari daerah itu”. [HR. Muslim 4:1737]
عَنْ
اُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اَلطَّاعُوْنُ
آيَةُ الرِّجْزِ ابْتَلَى اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ بِهِ نَاسًا مِنْ
عِبَادِهِ. فَاِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ فَلاَ تَدْخُلُوْا عَلَيْهِ. وَ اِذَا
وَقَعَ بِاَرْضٍ وَ اَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَفِرُّوْا مِنْهُ. مسلم
Dari
Usamah bin Zaid, ia berkata : Rasulullah SAW besabda, “Penyakit tha’un
(lepra) adalah tandanya hukuman (siksa). Dengan penyakit tersebut Allah
Azza wa Jalla menguji manusia dari hamba-hamba-Nya. Maka apabila kalian
mendengar penyakit tersebut menimpa (suatu daerah), janganlah kalian
masuk ke daerah itu. Dan apabila menimpa suatu daerah sedangkan (pada
waktu itu) kamu berada padanya, maka janganlah kalian lari darinya”. [HR. Muslim 4:1738]
عَنْ
اُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص اَنَّهُ قَالَ: اِنَّ هذَا
اْلوَجَعَ اَوِ السَّقَمَ رِجْزٌ عُذِّبَ بِهِ بَعْضُ اْلاُمَمِ
قَبْلَكُمْ. ثُمَّ بَقِيَ بَعْدُ بِاْلاَرْضِ فَيَذْهَبُ اْلمَرَّةَ وَ
يَأْتِى اْلاُخْرَى. فَمَنْ سَمِعَ بِهِ بِاَرْضٍ فَلاَ يَقْدَمَنَّ
عَلَيْهِ وَ مَنْ وَقَعَ بِاَرْضٍ وَ هُوَ بِهَا فَلاَ يُخْرِجَنَّهُ
اْلفِرَارُ مِنْهُ. مسلم
Dari
Usamah bin Zaid, dari Rasulullah SAW, bahwasanya beliau
bersabda, “Sesungguhnya sakit (lepra) ini atau penyakit ini adalah
suatu siksa (hukuman) yang dengannya sebagian ummat-ummat sebelum kalian
dahulu disiksa. Kemudian setelah itu penyakit tersebut menetap di bumi.
Lalu penyakit itu suatu saat hilang, dan suatu saat datang lagi. Maka
barangsiapa yang mendengar bahwa penyakit tha’un tersebut menimpa di
suatu daerah, janganlah sekali-kali ia datang kepadanya. Dan barangsiapa
yang berada di suatu daerah yang sedang ditimpa penyakit tersebut, maka
jangan sekali-kali dia keluar karena ingin menghindari”. [HR. Muslim 4:1738]
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ، اَنَّ عُمَرَ بْنَ اْلخَطَّابِ خَرَجَ اِلَى
الشَّامِ حَتَّى اِذَا كَانَ بِسَرْغٍ لَقِيَهُ اَهْلُ اْلاَجْنَادِ اَبُوْ
عُبَيْدَةَ بْنُ اْلجَرَّاحِ وَ اَصْحَابُهُ. فَاَخْبَرَهُ اَنَّ
اْلوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّامِ. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: فَقَالَ عُمَرُ:
اُدْعُ لِيَ اْلمُهَاجِرِيْنَ اْلاَوَّلِيْنَ. فَدَعَوْتُهُمْ،
فَاسْتَشَارَهُمْ وَ اَخْبَرَهُمْ اَنَّ اْلوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ
بِالشَّامِ. فَاخْتَلَفُوْا، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: قَدْ خَرَجْتَ ِلاَمْرٍ
وَ لاَ نَرَى اَنْ تَرْجِعَ عَنْهُ. وَ قَالَ بَعْضُهُمْ: مَعَكَ بَقِيَّةُ
النَّاسِ وَ اَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ ص. وَ لاَ نَرَى اَنْ تُقْدِمَهُمْ
عَلَى هذَا اْلوَبَاءِ. فَقَالَ: اِرْتَفِعُوْا عَنِّى. ثُمَّ قَالَ:
اُدْعُ لِيَ اْلاَنْصَارَ فَدَعَوْتُهُمْ لَهُ. فَاسْتَشَارَهُمْ
فَسَلَكُوْا سَبِيْلَ اْلمُهَاجِرِيْنَ، وَ اخْتَلَفُوْا كَاخْتِلاَفِهِمْ.
فَقَالَ: اِرْتَفِعُوْا عَنِّى. ثُمَّ قَالَ: اُدْعُ لِى مَنْ كَانَ
ههُنَا مِنْ مَشْيَخَةِ قُرَيْشٍ مِنْ مَهَاجِرَةِ اْلفَتْحِ.
فَدَعَوْتُهُمْ فَلَمْ يَخْتَلِفْ عَلَيْهِ رَجُلاَنِ. فَقَالُوْا نَرَى
اَنْ تَرْجِعَ بِالنَّاسِ وَ لاَ تُقْدِمْهُمْ عَلَى هذَا اْلوَبَاءِ.
فَنَادَى عُمَرُ فِى النَّاسِ. اِنِّى مُصْبِحٌ عَلَى ظَهْرٍ فَاَصْبِحُوْا
عَلَيْهِ. فَقَالَ اَبُوْ عُبَيْدَةَ بْنُ اْلجَرَّاحِ: أَ فِرَارًا مِنْ
قَدَرِ اللهِ؟ فَقَالَ عُمَرُ: لَوْ غَيْرُكَ قَالَهَا يَا اَبَا
عُبَيْدَةَ. (وَ كَانَ عُمَرُ يَكْرَهُ خِلاَفَهُ). نَعَمْ، نَفِرُّ مِنْ
قَدَرِ اللهِ اِلَى قَدَرِ اللهِ. أَ رَاَيْتَ لَوْ كَانَتْ لَكَ اِبِلٌ
فَهَبَطْتَ وَادِيًا لَهُ عُدْوَتَانِ اِحْدَاهُمَا خَصْبَةٌ وَ اْلاُخْرَى
جَدْبَةٌ أَ لَيْسَ اِنْ رَعَيْتَ اْلخَصْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ
اللهِ، وَ اِنْ رَعَيْتَ اْلجَدْبَةَ رَعَيْتَهَا بِقَدَرِ اللهِ؟ قَالَ
فَجَاءَ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ عَوْفٍ، وَ كَانَ مُتَغَيِّبًا فِى بَعْضِ
حَاجَتِهِ، فَقَالَ: اِنَّ عِنْدِى مِنْ هذَا عِلْمًا. سَمِعْتُ رَسُوْلَ
اللهِ ص يَقُوْلُ: اِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِاَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوْا
عَلَيْهِ. وَ اِذَا وَقَعَ بِاَرْضٍ وَ اَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوْا
فِرَارًا مِنْهُ. قَالَ: فَحَمِدَ اللهَ عُمَرُ بْنُ اْلخَطَّابِ ثُمَّ
انْصَرَفَ. مسلم
Dari
Abdullah bin Abbas, bahwasanya Umar bin Khaththab pergi ke negeri Syam.
Ketika Umar sampai di kota Saragh (kota di pinggiran Syam dari arah
Hijaz), dia ditemui oleh pimpinan-pimpinan beberapa kota di Syam,
yaitu Ubaidah bin Jarrah dan shahabat-shahabatnya. Mereka memberitahu
Umar bahwa wabah sedang berjangkit di negeri Syam. Ibnu Abbas berkata,
“Umar lalu berkata, “Panggilkan untukku orang-orang Muhajirin yang
pertama”. Lalu aku panggilkan mereka. Kemudian Umar bermusyawarah dengan
mereka dan memberitahu mereka bahwa wabah telah berjangkit di negeri
Syam. Lalu mereka berbeda pendapat. Sebagian mereka berkata, “Sungguh
engkau keluar untuk suatu urusan yang penting, maka kami tidak setuju
kalau kamu kembali”. Dan sebagian mereka berkata, “Engkau diikuti oleh
orang banyak dan shahabat-shahabat Rasulullah SAW, maka kami tidak
setuju kalau kamu membawa mereka itu menuju ke wabah ini”. Lalu Umar
berkata, “Tinggalkanlah aku”. Kemudian dia berkata, “Panggilkan untukku
orang-orang Anshar”. (Ibnu Abbas) berkata, “Lalu aku panggilkan mereka.
Kemudian Umar bermusyawarah dengan mereka. Dan ternyata orang-orang
Anshar itupun sama seperti orang-orang Muhajirin tadi, yaitu orang-orang
Anshar itu berbeda pendapat seperti orang-orang Muhajirin”. Maka Umar
berkata, “Tinggalkanlah aku !”. Kemudian Umar berkata, “Panggilkan
untukku sesepuh-sesepuh Quraisy yang hijrah pada waktu Fathu Mekkah
(orang-orang yang masuk Islam sebelum Fathu Makkah) !” Maka aku
panggilkan mereka itu. Dan ternyata mereka itu satu pendapat, tidak
terjadi perbedaan pendapat diantara dua orang. Mereka berkata : “Kami
berpendapat, bahwasanya engkau harus kembali membawa orang-orang ini dan
jangan engkau membawa mereka datang ke wabah itu”. Kemudian Umar
menyeru kepada orang banyak, “Sesungguhnya aku bersiap-siap naik
kendaraan untuk pulang, maka bersiap-siaplah kalian !”. Maka Abu Ubaidah
bin Jarrah berkata, “Apakah akan lari dari taqdir Allah ?”. Umar
menjawab, “Seandainya bukan kamu yang mengatakan begitu hai Abu Ubaidah,
(saya tidak heran)”. Dan Umar tidak suka berselisih dengannya. (Umar
berkata ), “Ya, kita lari dari taqdir Allah menuju kepada taqdir Allah
yang lain. Bagaimana pendapatmu, kalau kamu mempunyai onta yang kamu
bawa turun ke suatu lembah yang mempunyai dua sisi, yang satu subur dan
yang satunya lagi tandus. Bukankah jika kamu menggembalakannya pada sisi
yang subur itu berarti kamu menggembalakannya dengan taqdir Allah ? Dan
jika kamu menggembalakannya pada sisi yang tandus itupun berarti kamu
menggembala-kannya dengan taqdir Allah ?”. Kemudian Abdurrahman bin Auf
datang dari sesuatu keperluannya. Kemudian ia berkata, “Sesungguhnya
saya mempunyai ilmu tentang hal ini. Saya pernah mendengar Raulullah SAW
bersabda, “Apabila kalian mendengar di suatu daerah (terjangkit wabah),
maka janganlah kalian masuk ke daerah itu. Dan apabila wabah itu
berjangkit di suatu daerah sedang kamu berada padanya, maka janganlah
kalian keluar melarikan diri dari daerah tersebut”. (Ibnu Abbas)
berkata, “Lalu Umar bin Khaththab memuji Allah, kemudian meninggalkan
tempat itu”. [HR. Muslim : IV : 1740]
~oO[ A ]Oo~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar