Nabi SAW Tinggal di Rumah Shahabat Abu Ayyub RA.
Kemudian
Nabi SAW bertempat tinggal di rumah shahabat Abu Ayyub RA, seorang
shahabat keluarga Bani Najjar dan golongan Khajraj yang nama aslinya
ialah Khalid bin Zaid. Semula Nabi SAW tinggal di bagian bawah, sedang Abu Ayyub di bagian atas.
Kemudian oleh Abu Ayyub, Nabi SAW dimohon untuk tinggal di bagian atas,
dan Abu Ayyub beserta keluarganya di bagian bawah. Namun pada waktu itu
beliau belum berkenan pindah di bagian atas, dan beliau mempersilakan
Abu Ayyub supaya tetap tinggal di bagian atas. Namun Abu Ayyub masih
juga merasa kurang enak, karena merasa kurang sopan lagi pula
dikhawatirkan tempat Nabi SAW bisa terkena tetesan air dari atas,
sehingga waktu itu Abu Ayyub tidak berani menaruh air di atas. Oleh
sebab itu, tidak henti-hentinya Abu Ayyub memohon kepada Nabi SAW supaya
beliau mau pindah ke bagian atas, sehingga akhirnya beliau pun pindah
di bagian atas, dan Abu Ayyub pindah di bagian bawah.
Dan
setiap hari Nabi SAW dikirim makanan oleh Abu Ayyub, Sa'ad bin 'Ubadah,
As'ad bin Zurarah dll. Abu Ayyub dan istrinya sesudah memasak makanan
tiap pagi dan petang lebih dahulu menyajikannya kepada Nabi SAW, baru
yang selebihnya diambilnya dan dimakannya bersama keluarganya.
Demikianlah pelayanan Abu Ayyub dan keluarganya kepada Nabi SAW.
Diriwayatkan
bahwa pada suatu hari Ummu Ayyub memasak makanan yang bercampur bawang.
Maka setelah makanan itu selesai dimasaknya, sebagaimana biasa sebelum
dimakan oleh keluarganya, disajikan lebih dahulu kepada Nabi SAW. Oleh
karena makanan itu berbau bawang, maka beliau tidak memakannya. Ketika
Abu Ayyub datang akan mengambil kelebihan makanan itu, dia
terperanjat melihat bahwa makanan itu tidak tampak tanda-tanda dimakan
oleh Nabi SAW. Abu Ayyub lalu bertaya : "Ya Rasulullah, mengapa pada
makanan ini tidak ada bekas dari tangan tuan ? Padahal biasanya yang kami makan itu makanan yang sudah berbekas tangan tuan".
Nabi SAW bersabda :
اِنِّى وَجَدْتُ فِيْهِ رِيْحَ هذِهِ الشَّجَرَةِ، وَ اَنَا رَجُلٌ اُنَاجِى. وَ اَمَّا اَنْتُمْ فَكُلُوْهُ
Sesungguhnya
saya mendapati pada makanan itu bau pohon (bawang) padahal saya seorang
yang memuja kepada Allah, adapun kamu semua, makanlah dia.
Kemudian
makanan itu diambil dan dimakan oleh Abu Ayyub sekeluarga, dan sejak itu
Ummu Ayyub tidak pernah lagi memasak makanan untuk Nabi SAW yang
bercampur dengan bawang merah ataupun bawang putih.
6. Nabi SAW Mendirikan Masjid di Madinah.
Sejak beliau datang di Madinah
sampai mendirikan masjid dan rumah sendiri, Nabi SAW bertempat tinggal
di rumah shahabat Abu Ayyub RA. Pada saat akan mendirikan masjid, beliau
mengumpulkan keluarga dari bani Najjar. Setelah mereka berkumpul beliau
bersabda kepada para ketua mereka : "Hai sekalian bani Najjar,
hendaklah kamu sekalian menyebutkan harga sebenarnya dari kebun-kebunmu
kepadaku, karena aku akan membeli kebun-kebun itu".
Mereka menjawab : "Ya Rasulullah, kami tidak akan mengambil harga kebun-kebun itu, kecuali kepada Allah belaka".
Nabi SAW
sebenarnya meminta kepada mereka, sekalipun dengan harga yang rendah,
kebun-kebun dan tanah-tanah tersebut supaya diberi harga, termasuk
tempat yang dipergunakan untuk mengeringkan kurma milik kedua anak yatim
yang bernama Sahal dan Suhail, yang keduanya dalam pemeliharaan Mu'adz
bin 'Afra', tetapi mereka tetap menjawab : "Ya Rasulullah, kami tidak akan mengambil harga kebun-kebun itu, kecuali kepada Allah belaka".
Adapun
tanah yang hendak ditempati untuk mendirikan masjid itu sebagiannya
adalah kebun kepunyaan As'ad bin Zurarah, sebagian tanah kepunyaan kedua
anak yatim tersebut dan sebagian tanah kuburan kaum musyrikin yang
telah rusak. Dan tanah kepunyaan kedua anak yatim itu dibeli oleh Nabi
SAW dengan harga sepuluh dinar, dan shahabat Abu Bakar RA yang
membayarnya. Adapun tanah kuburan lama serta tanah kepunyaan As'ad bin
Zurarah hanya diserahkan dengan sukarela kepada Nabi SAW. Kemudian
tanah-tanah itu diperbaiki bersama-sama oleh sekalian shahabat Muhajirin
dan Anshar, pohon-pohonnya ditebang, kuburannya dibongkar dan
dibersihkan, lalu semuanya diratakan, kemudian mereka bekerja
bersama-sama mendirikan masjid. Dalam hal ini Muslim meriwayatkan dari
Anas bin Malik RA sebagai berikut :
Kemudian
beliau menyuruh untuk mendirikan masjid. (Anas) berkata : Lalu beliau
menyuruh (seseorang) kepada ketua-ketua Bani Najjar, maka mereka sama
datang. Rasulullah SAW bersabda : "Hai Banu Najjar, juallah kebun kalian
ini kepadaku". Mereka menjawab : "Tidak, demi Allah, kami tidak meminta
harganya kecuali kepada Allah". (Anas) berkata : "Di kebun itu ada
apa-apa yang saya katakan : ada pohon-pohon kurma, kuburan-kuburan
orang-orang musyrik dan reruntuhan. LaluRasulullah SAW memerintahkan
supaya pohon-pohon kurma itu ditebang. Mengenai kubur-kubur orang
musyrik itu supaya digali, dan tentang reruntuhan supaya diratakan".
(Anas) berkata : "Lalu mereka (para shahabat) menata pohon-pohon kurma
di arah qiblat, dan mereka menata batu-batu di kira dan kakan pintu.
(Anas) berkata : "Mereka sama melantunkan sajak, sedang Rasulullah SAW
ikut serta bersama mereka. Mereka mengucapkan Alloohumma innahu laa khoiro illa khairul aakhiroh, fanshuril anshooro wal muhaajiroh (Ya Allah, sesungguhnya tidak ada kebaikan kecuali kebaikan akhirat, maka tolonglah orang-orang Anshar dan orang-orang Muhajirin). [HR. Muslim juz I, hal 373-374]
Dan sambil mengangkat batu, beliau berpantun :
هذَا اْلحِمَالُ لاَ حِمَالَ خَيْبَرَ، هذَا اَبَرُّ رَبَّنَا وَ اَطْهَرُ
اَللّهُمَّ لاَ خَيْرَ اِلاَّ خَيْرُ اْلآخِرَةِ، فَارْحَمِ اْلاَنْصَارَ وَ اْلمُهَاجِرَةِ
Bawaan ini bukan barang bawaan ke negeri Khaibar,
tetapi ini lebih baik dan lebih bersih wahai Tuhanku,
Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan akhirat,
maka kasihanilah orang-orang Anshar dan orang-orang Muhajirin.
Dalam riwayat lain :
اَللّهُمَّ اِنَّ اْلاَجْرَ اَجْرُ اْلآخِرَةِ، فَاغْفِرْ لِلاَنْصَارِ وَ اْلمُهَاجِرَةِ.
وَ عَافِهِمْ مِنْ حَرِّ نَارٍ سَاعِرَةٍ، فَاِنَّهَا لِكَافِرٍ وَ كَافِرَةٍ
Ya Allah, sesungguhnya pahala itu ialah pahala akhirat,
maka ampunilah shahabat Anshar dan Muhajirin.
Dan lepaskanlah mereka dari panasnya neraka yang menyala-nyala,
karena sesungguhnya itu untuk orang kafir laki-laki dan perempuan.
Diriwayatkan,
bahwa para shahabat yang ikut bekerja bila mereka mendengar
ucapan-ucapan sajak yang diucapkan oleh Nabi SAW seperti itu,mereka lalu
menjawab dengan sajak pula, yang bunyinya :
لَئِنْ قَعَدْنَا وَ النَّبِيُّ يَعْمَلْ، لَذَاكَ مِنَّا اْلعَمَلُ اْلمُضَلَّلْ
Sesungguhnya
jika kami duduk (tidak ikut bekerja), padahal Nabi bekerja,sungguh yang
demikian itu perbuatan yang tersesat dari kami.
Dan diriwayatkan juga shahabat Muhajirin dan Anshar sama bersya'ir :
اَللّهُمَّ لاَ عَيْشَ اِلاَّ عَيْشُ اْلآخِرَةِ، فَارْحَمِ اْلمُهَاجِرِيْنَ وَ اْلاَنَاصِيْرَةَ
Ya Allah, tidak ada kehidupan melainkan kehidupan di akhirat,maka kasihanilah kaum Muhajirin dan Anshar.
Ada pula yang bunyinya
اَللّهُمَّ لاَ خَيْرَ اِلاَّ خَيْرُ اْلآخِرَةِ، فَاغْفِرْ لِلاَنْصَارِ وَ اْلمُهَاجِرَةِ
Ya Allah, tidak ada kebaikan melainkan kebaikan akhirat,
maka ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin.
Demikianlah
seterusnya, syair-syair itu diucapkan bersama-sama oleh Nabi SAW dan
sekalian kaum Muslimin sambil mengangkat, meletakkan, menyusun dan
menyisipkan batu, dan lain-lainnya.
Beberapa
hari kemudian masjid itu selesai didirikan dengan sederhana. Pagarnya
dari batu-batu dan tanah, tiang-tiangnya dari batang-batang pohon kurma,
atapnya dari pelepah-pelepah kurma, halamannya ditutup dengan batu-batu
kecil, tingginya dibuat setinggi tegak manusia lebih sedikit, qiblatnya
menghadap Baitul Maqdis (sebab waktu itu perintah supaya menghadap
Baitul Haram belum diturunkan), pintunya ada tiga buah, panjangnya ada
tujuh puluh hasta dan lebarnya ada enam puluh hasta. Di sisi Masjid itu
didirikan dua kamar untuk tempat tinggal keluarga Nabi SAW, sebuah untuk
Saudah, dan lainnya untuk 'Aisyah.
Setelah masjid itu selesai didirikan maka Nabi SAW pindah dari rumah Abu Ayyub ke rumah yang didirikan di sebelah masjid itu.
7. Pergantian Iklim Kota Yatsrib (Madinah)
Sebabnya
kota tersebut dinamakan Yatsrib ialah karena adanya seorang keturunan
raja 'Arab 'Amaliqah yang bernama Yatsrib bin Mahla'il, yang waktu itu
berkuasa di sana. Kemudian lama-kelamaan mereka dikalahkan oleh bangsa
Israil yaitu kaum Yahudi yang melarikan diri karena diserang dan
dikejar-kejar oleh orang-orang Babylon, orang-orang Yunani dan
orang-orang Roma. Dan singkatnya, kota Yatsrib lalu dikuasai oleh mereka
kaum Yahudi. Demikian menurut keterangan Ibnu Khaldun.
Setelah Nabi SAW hijrah ke kota itu, maka kota Yatsrib oleh Nabi SAW namanya diganti dengan nama "Madinah".
Dan
diriwayatkan bahwa waktu itu kota Madinah adalah suatu kota yang
iklimnya sangat panas, dan panasnya melebihi panasnya kota Makkah. Oleh
sebab itu orang-orang Muhajirin karena mengalami pergantian iklim
disebabkan pindah di tempat yang baru, sudah barang tentu diantara
mereka banyak yang merasa tidak tahan sehingga jatuh sakit. Pada saat
itu Abu Bakar, Bilal dan 'Amir bin Fuhairah juga mengalami sakit panas.
Diriwayatkan bahwa shahabat Abu Bakar ketika menderita sakit panas,
mengeluh sambil mengucapkan :
كُلُّ امْرِىءٍ مُصَبَّحٌ فِى اَهْلِهِ، وَ اْلمَوْتُ اَدْنَى مِنْ شِرَاكِ نَعْلِهِ
Setiap orang berpagi pada keluarganya, sedang mati itu lebih dekat daripada tali sandalnya.
Dan
shahabat Bilal ketika menderita sakit panas ia tetap diam, tidak berkata
apa-apa, tetapi bilamana penyakitnya hilang, ia menangis dengan suara
keras samibl mengucapkan :
اَلاَ لَيْتَ شِعْرِى هَلْ اَبِيْتَنَّ لَيْلَةً، بِوَادٍ وَ حَوْلِى اِذْخِرٌ وَ جَلِيْلُ.
وَ هَلْ اَرِدَنْ يَوْمًا مِيَاهَ مَجِنَّةٍ، وَ هَلْ يَـبْدُوْنَ لِى شَامَةٌ وَ طَفِيْلُ
Apakah
kiranya aku dapat berjalan malam hari, di lembah yang di sekelilingku
ada pohon-pohon idzkir dan jalil ? Dan apakah aku pada suatu hari dapat
sampai ke tempat air Majinnah, dan apakah dapat kelihatan olehku gunung
Syamah dan gungung Thafil ?.
[Pohon idzkir dan Jalil adalah keduanya itu merupakan pohon-pohon yang
ada di kota Makkah. Adapun Syamah dan Thafil itu nama dua buah gunung di
dekat kota Makkah].
Lalu Bilal berkata :
اَللّهُمَّ
اْلعَنْ شَيْبَةَ بْنَ رَبِيْعَةَ، وَ عُتْبَةَ بْنَ رَبِيْعَةَ، وَ
اُمَيَّةَ بْنَ خَلَفٍ كَمَا اَخْرَجُوْنَا مِنْ اَرْضِنَا اِلَى اَرْضِ
اْلوَبَاءِ.
Ya
Allah, kutuklah Syalbah, 'Utbah bin Rabi'ah, dan Umayyah bin Khalaf,
sebagaimana mereka telah mengusir kami dari tanah air kami ke tanah yang
berpenyakit ini.
Sedang shahabat 'Amir bin Fuhairah RA ketika menderita sakit panas, mengeluh sambil bersyair sebagai berikut :
لَقَدْ وَجَدْتُ اْلمَوْتَ قَبْلَ ذَوْقِهِ، اِنَّ اْلجَبَّانَ حَتْفُهُ مِنْ فَوْقِهِ،
كُلُّ امْرِئٍ مُجَاهِدٌ بِطَوْقِهِ، كَالثَّوْرِ يَحْمِى جِلْدَهُ بِرَوْقِهِ.
Sungguh aku mendapati mati sebelum merasakannya : "Sesungguhnya
penakut itu matinya dari atasnya. Tiap-tiap orang itu berjuang dengan
kekuatannya, seperti sapi memanaskan kulitnya dengan tanduknya".
Demikianlah keadaan kaum Muhajirin ketika menderita sakit panas. Oleh sebab itu maka Nabi SAW memohon kepada Tuhan :
اَللّهُمَّ
حَبِّبْ اِلَيْنَا اْلمَدِيْنَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ اَوْ اَشَدَّ.
اَللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى صَاعِنَا وَ فِى مُدِّنَا وَ صَحِّحْهَا
لَنَا وَ انْقُلْ حُمَّاهَا اِلَى اْلجُحْفَةِ.
Ya
Allah, cintakanlah kota Madinah kepada kami seperti cinta kami kepada
kota Makkah atau lebih cinta lagi. Ya Allah, Berilah berkah kepada sha'
kami dan mud kami, dan sehatkanlah kota Madinah ini untuk kami dan
pindahkanlah panasnya ke Juhfah.
Kemudian doa Nabi SAW itu segera dikabulkan oleh Allah.
8. Membina Persaudaraan Kaum Muslimin di Madinah
Setelah kurang lebih lima bulan lamanya Nabi SAW berdiam di kota Madinah, untuk mengekalkan persaudaan antara kaum Muhajirin dan Anshar atau sesama kaum Muslimin, maka beliau mengumpulkan mereka, lalu beliau bersabda :
تَآخَوْا فِى اللهِ اَخَوَيْنِ اَخَوَيْنِ
Hendaklah kamu sekalian bersaudara dalam agama Allah dua orang - dua orang.
Jadi yang dimaksudkan oleh Nabi SAW ialah persaudaraan di dalam agama Allah. Kemudian beliau bersabda lagi :
حَمْزَةُ
بْنُ عَبْدِ اْلمُطَّلِبِ اَسَدُ اللهِ وَ اَسَدُ رَسُوْلِهِ، وَ زَيْدُ
بْنُ حَارِثَةَ مَوْلَى رَسُوْلِ اللهِ، اَخَوَيْنِ.
Hamzah bin 'Abdul Muththalib singa Allah dan singa Rasul-Nya, bersaudara dengan Zaid bin Haritsah bekas budak Rasulullah.
Dan
demikianlah Nabi SAW lalu menyebut nama-nama shahabat-shahabatnya dari
golongan Muhajirin dan Anshar supaya setiap dua orang bersaudara,
seorang dari Muhajirin dan seorang dari Anshar. Pada saat itu yang
diperintahkan bersaudara ada seratus orang, 50 orang Muhajirin dan 50
orang dari Anshar.
Diantara seratus orang tersebut antara lain :
Ja'far bin Abu Thalib (Mh) dengan Mu'adz bin Jabal (An),
Abu Bakar Ash-Shiddiq (Mh) dengan Kharijah bin Zuhair (An),
'Umar bin Khaththab (Mh) dengan 'Itbah bin Malik (An),
'Amir bin 'Abdullah (Mh)dengan Sa'ad bin Mu'adz (An),
'Abdurrahman bin 'Auf (Mh), dengan Sa'ad bin Robi' (An),
Zubair bin Awwam (Mh), dengan Salamah bin Salamah (An),
'Utsman bin 'Affan (Mh) dengan Aus bin Tsabit (An),
Thalhah bin 'Ubaidillah (Mh) dengan Ka'ab bin Malik (An),
Sa'ad bin Zaid (Mh) dengan Ubayy bin Ka'ab (An),
Mush'ab bin 'Umair (Mh) dengan Khalid bin Zaid (An),
Abu Hudzaifah bin 'Utbah (Mh) dengan 'Abbaad bin Bisyr (An),
'Ammar bin Yasir (Mh) dengan Hudzaifah bin Al-Yamani (An),
Abu Dzarr Al-Ghifariy (Mh) dengan Mundzir bin 'Amr (An)
Bilal bin Rabbah (Mh) dengan Abu Ruwaihah (An),
Salman Al-Farisiy (Mh) dengan Abud Darda' (An).
Inilah
sebagian dari nama-nama shahabat Muhajirin dan Anshar yang tercatat
dalam kitab Sirah Ibnu Hisyam, yang dijadikan bersaudara seorang dengan
yang lainnya di dalam agama Allah oleh Nabi SAW. Adapun maksud Nabi SAW
mengadakan persaudaraan itu :
pertama, untuk melenyapkan rasa asing pada diri shahabat-shahabat Muhajirin di kota Madinah.
kedua, untuk menumbuhkan rasa persaudaraan antara satu dengan yang lain di dalam agama Allah, yaitu bahwa "semua orang Islam itu bersaudara", dan
ketiga, agar
satu dengan yang lain saling tolong-menolong, yang kuat menolong yang
lemah, yang mampu menolong yang kekurangan dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar