2. Hasil Pertemuan 'Utbah bin Rabi'ah dengan Nabi SAW
Setelah
'Utbah kembali dari menemui Nabi SAW, beberapa hari ia hanya tinggal di
rumah saja dan tidak berani keluar untuk menunjukkan mukanya kepada
orang-orang yang mengutusnya. Karena malu menam-pakkan kegagalannya
kepada mereka yang telah percaya kepadanya dan mengutusnya.
Oleh
sebab itu para pemuka musyrikin Quraisy lalu datang ke rumahnya, untuk
menanyakan tentang hasil yang diperolehnya sebagai seorang utusan yang
terhormat. Pada waktu itu 'Utbah sangat berdebar hatinya, sangat pucat
mukanya, karena dari ketakutannya kepada mereka. Sekalipun begitu, namun
terpaksa ia melaporkan apa yang telah dikerjakannya sebagai seorang
utusan yang amat dipercaya, mengutarakan hasilnya ketika bertemu dengan
Nabi SAW, dan menerangkan jalannya percakapan antara dia dengan Nabi
SAW, serta ucapan Nabi SAW sebagai jawaban atas pembicaraannya.
'Utbah terpaksa melaporkan kepada mereka, karena diantara mereka ada yang mendesaknya dengan cara mengejek, dia mengatakan, "Sesungguhnya 'Utbah telah datang dari pertemuannya dengan Muhammad, tetapi kedatangannya kepadamu sekarang ini dengan wajah yang lain dari wajahnya ketika ia pergi kepada Muhammad".
Kemudian mereka berkata kepada 'Utbah, "Apa yang ada di belakangmu, wahai Abul Walid ?".
Lalu kata 'Utbah, "Demi
Allah, aku sudah menyampaikan kepada Muhammad semua yang diserahkan
kepadaku. Sedikitpun aku tidak tinggalkan apa yang kamu katakan
kepadaku, untuk kukemukakan kepada Muhammad, bahkan aku menambah
beberapa keterangan yang sangat jitu dan penting pula".
Mereka berkata : "Ya, lalu bagaimana ? Apakah Muhammad memberi jawaban kepadamu ?".
'Utbah menjawab : "Ya,
dia memberi jawaban kepadaku, tetapi demi Allah, aku tidak mengerti
yang diucapkan oleh Muhammad. Sungguh, sedikitpun aku tidak mengerti,
melainkan aku mendengar darinya, bahwa ia mengancam kamu semua dengan
petir, seperti petir yang diperguna-kan untuk membinasakan kaum 'Ad dan Tsamud".
Salah seorang dari mereka berkata : "Celakalah
engkau hai 'Utbah ! Mengapa engkau sampai tidak mengerti perkataannya ?
Sedang ia ber-bicara dengan bahasa Arab, dan engkau berbicara kepadanya
dengan bahasa Arab juga".
'Utbah menjawab : "Demi Allah ! Sungguh aku sama sekali tidak dapat mengerti perkataannya, melainkan ia menyebut-nyebut kata Shaa'iqah (petir)".
Mereka berkata : "Mengapa begitu, hai 'Utbah ?".
'Utbah menjawab : "Demi
Allah ! Selama hidupku belum pernah mendengar perkataan seperti
perkataan Muhammad yang diucapkannya kepadaku. Karena perkataannya itu,
kalau kuanggap syi'ir bukanlah syi'ir, karena ia memang bukan ahli
syi'ir; dan kalau kuanggap perkataan tukang ramal,
ia bukan seorang tukang ramal; dan kalau kuanggap perkataan orang gila,
ia bukan orang gila. Sungguh perkataannya yang telah kudengar itu akan
ada satu urusan penting. Sebab itu pada waktu itu aku tidak dapat
menjawab perkataannya sepatahpun".
Selanjutnya, 'Utbah lalu mengemukakan harapan kepada mereka, "Sekarang
sebaiknya Muhammad itu dibiarkan saja. Biarlah ia meneruskan usahanya
itu, karena seruannya yang telah kudengar itu benar dan nyata semuanya !
Kita janganlah menghalang-halangi usaha-nya atau mengganggu
perbuatannya atau merintangi seruannya ! Biar-kan bagaimana juga,
biarlah ia terus, dan siapasaja yang akan mengikut kepadanya, biarkanlah
!".
Lebih lanjut, 'Utbah berkata : "Demi
Allah ! Sebenarnya, seruan Muhammad itu, yang sering kudengar, semuanya
adalah hal yang besar gunanya. Sebab itu, jikalau seruannya itu makin
tersiar di kalangan kita, maka kiranya kamu akan memperoleh kehidupan
yang sempurna, sehing-ga kamu akan dapat menaklukkan bangsa lain, dan
dapat pula mengua-sai daerah bangsa lain. Bahkan apabila Muhammad itu
mendapat keme-nangan, maka kemenangan Muhammad itu berarti kemenangan
kamu, dan kekuasaan Muhammad itu berarti kekuasaan kamu; sehingga kamu
akan menjadi suatu bangsa yang paling mulia, paling menang, paling
gagah, paling berani dan paling ditakuti oleh bangsa-bangsa lain di muka
bumi ini. Karena kamu
mempunyai orang seperti Muhammad. Oleh sebab itu baiklah sekarang
biarkan sajalah Muhammad, dan biarkanlah saja seruannya !".
Mereka lalu berkata kepada 'Utbah : "Oh,
celakalah engkau hai Abul-Walid ! Sebab sekarang engkau rupa-rupanya
telah kena sihir Muhammad, dan agaknya engkau sudah terpengaruh oleh
kata-kata yang biasa diucapkan oleh Muhammad".
'Utbah menjawab : "Tidak
begitu ! Sama sekali tidak ! Demi Allah ! Semua perkataan yang saya
katakan tadi adalah perkataanku sendiri, dari buah fikiranku sendiri,
dari hasil pendengaranku sendiri bukan karena aku telah tersihir oleh
Muhammad !".
Mereka berkata : "Kalau
memang betul engkau tidak terkena sihir Muhammad, cobalah engkau datang
sekali lagi kepadanya, dan berundinglah sekali lagi dengan dia, agar ia
jangan sampai melanjutkan perbuatannya seperti yang sudah-sudah itu.
Tentang caramu berunding, terserah atas kepandaian dan kecakapanmu. Kami
sudah percaya kepadamu. Cobalah datang lagi kepadanya !".
Oleh
'Utbah permintaan mereka itu diterima dengan gembira. Karena dengan
kesombongannya ia masih merasa akan dapat menundukkan dan memperdayakan
Nabi Muhammad SAW !.
3. Pertemuan Kedua Antara 'Utbah dengan Nabi SAW.
Pada
suatu hari 'Utbah bin Rabi'ah datang lagi kepada Nabi SAW dengan membawa
suatu usul yang lebih baik dan lebih tajam sepanjang perasaannya, untuk
dikemukakan kepada beliau SAW; maka dari itu setelah 'Utbah dapat
bertemu muka lagi dengan Nabi SAW dengan lancarnya ia berbicara di
hadapan beliau, antara lain ia berkata : "Hai Muhammad, kedatanganku
sekarang ini, adalah hendak mengemukakan lagi suatu hal yang amat baik
bagimu dan bagi kami semuanya, agar supaya engkau dan para pengikutmu
dengan kami (para ketua Quraisy) tidak terus-menerus berselisih dan
bertentangan, sehingga menyebabkan kita makin lama makin berpecah-belah
dan dapat menimbulkan pertumpahan darah di antara bangsamu sendiri
terutama para kerabatmu bangsa Quraisy !".
Nabi SAW menjawab : "Ya, baiklah ! Apa lagi yang akan engkau kemukakan kepadaku silahkan katakan, aku akan mendengarkannya ".
'Utbah berkata : "Jalan
yang sebaik-baiknya bagimu dan pengikut-pengikutmu sekarang, demikian;
Engkau dan para pengikutmu, demi untuk kepentingan bangsa kita,
hendaklah kita bersama memuja dan menyembah apa-apa yang selama ini kami
sembah dan kami puja, dan yang selamanya telah menjadi sembahan nenek
moyangmu dahulu, ialah berhala Al-Lata dan Al-'Uzza, selama satu tahun
saja. Kemudian nanti selama satu tahun yang berikutnya kami akan
menyembah dan memuja pula Tuhanmu yang selalu kamu puja dan kamu sembah
itu. Jadi, kami dan kamu serta orang-orang yang menjadi pengikutmu
bersama-sama selama satu tahun memuja dan menyembah apa yang kamu sembah
dan yang kami sembah. Kemudian setelah itu bila Tuhan yang kami sembah
lebih baik daripada Tuhan yang kamu sembah maka hendaklah kamu
meneruskan menyembah Tuhan kami, dan bilamana Tuhan yang kamu sembah itu
lebih baik daripada Tuhan yang kami sembah, maka kami hendak menyembah
Tuhan yang kamu sembah. Yang sedemikian itu tidak lain untuk menjaga
persatuan kita dan memelihara persaudaraan kita bersama".
Pada
waktu itu Nabi SAW tidak menjawab sepatah katapun, karena hal yang
dikemukakan oleh 'Utbah itu adalah suatu perkara yang
menying-gung-nyinggung persatuan bangsa dan kepentingan bersama. Oleh
sebab itu, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi SAW untuk menjawab usul
yang dikemukakan oleh 'Utbah itu. Wahyu itu bunyinya demikian :
قُلْ
يـاَيــُّهَا اْلكـفِرُوْنَ، لآ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ، وَلآ
اَنـْتُمْ عبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُ، وَلآ اَنـَا عبِدٌ مَّا عَبَدْتُمْ وَلآ
اَنــْتُمْ عبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُ، لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَ لــِيَ دِيْنِ.
Katakanlah
: "Hai orang-orang kafir ! aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku bukan
penyembah apa yang kamu sembah, dan kamupun bukan penyembah Tuhan yang
aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku". [Al-Kaafiruun : 1-6].
Dan turun pula ayat :
قُلْ
اَفَغَيْرَ اللهِ تَـأْمُرُوْنـِّى اَعْبُدُ اَيـُّهَا اْلجهِلُوْنَ،
وَلَـقَدْ اُوْحِيَ اِلَـيْكَ وَ اِلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلـِكَ لَئِنْ
اَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَـتَكُـوْنَنَّ مِنَ اْلخسِرِيْنَ،
بَلِ اللهَ فَاعْبُدْ وَكُـنْ مِّنَ الشّكِرِيْنَ. الزمر:64-66
Katakanlah
: "Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai
orang-orang yang jahil ?". Dan sesungguhnya telah diwah-yukan kepadamu
dan kepada (Nabi-nabi) yang sebelummu : "Jika kamu mempersekutukan
(Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk
orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu
sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur". [Az-Zumar : 64-66]
Selanjutnya Nabi SAW lalu berkata kepada 'Utbah : "Engkau
jangan menyangka, bahwa aku akan mengikut kepada apa yang menjadi
kehendakmu supaya aku mempersekutukan Allah, amat jauhlah aku dari
perbuatan semacam itu !".
Setelah
'Utbah menerima jawaban yang sedemikian tegasnya itu, lalu ia segera
kembali pulang dengan hati gelisah dan kuwatir kalau-kalau ia dianggap
dusta dan tidak dipercaya lagi oleh orang-orang yang mengu-tusnya.
Kemudian 'Utbah termenung di rumah seorang diri, memikirkan cara serta
siasat yang lain lagi, bagaimana caranya memperdayakan dan menundukkan
Nabi SAW, sehingga beliau ini dapat ditarik menurut kemauannya dan
mengikuti kehendaknya. Lalu ia memutuskan dan menentukan sendiri hendak
menemui Nabi SAW lagi. Karena ia telah menemukan lagi usulan yang
dipandangnya akan lebih dapat menarik kalau dikemukakan kepada Nabi SAW.
4. Pertemuan Ketiga Antara 'Utbah dengan Nabi SAW
Pada suatu hari 'Utbah memerlukan datang lagi kepada Nabi SAW dan dapat bertemu lagi dengan beliau. Ia lalu berkata : "Muhammad,
kedatangan saya kali ini kepadamu, adalah hendak mengatakan suatu hal
lagi kepadamu. Saya minta engkau mau mendengarkannya !".
Nabi SAW dengan tenang menjawab : "Baiklah ! silahkan katakan, aku hendak mendengarkannya".
'Utbah lalu berkata : "Sekarang
baiknya begini saja, Muhammad ! Semua ucapan yang seringkali kau
ucapkan, dan semua perkataan yang kerap kali kau bacakan itu, hendaklah
kau tukar saja dengan yang lain selain dari itu. Karena ucapan-ucapan
dan perkataan-perkataanmu itu selalu menusuk hati kami dan nenek moyang
kami yang dahulu, dan senantiasa menyinggung kehormatan para ketua kami,
yaitu: Senantiasa mencaci maki orang-orang tua kami, selalu
meren-dahkan tuhan-tuhan kami yang telah lama kami puja dan kami sembah,
dan selalu mengancam orang-orang yang sama memuja dan menyembah
tuhan-tuhan kami, juga selalu membodoh-bodohkan orang-orang pandai kami.
Maka untuk menjaga persatuan dan kesatuan kita dan untuk memelihara
kemuliaan kita bersama demi untuk kepentingan bangsa kita, sudilah
kiranya engkau mengganti ucapan-ucapan dan perkataan-perkataan itu
dengan yang lain dari itu !".
Pada waktu itu Nabi SAW diam, lalu Allah menurunkan wahyu kepada beliau, untuk menjawab usulan 'Utbah itu :
وَ
اِذَا تُتْلى عَلَيْهِمْ ايـَاتُنَا بَيِّنتٍ قَالَ الَّذِيْنَ لاَ
يَرْجُوْنَ لِقَآءَنـَا ائْتِ بِقُرْانٍ غَيْرِ هذَا اَوْ بَدِّلْهُ، قُلْ
مَا يَكُوْنُ لِى اَنْ اُبَدِّلَهُ مِنْ تِـلْـقَائِ نَفْسِىْ اِنْ
اَتـَّبِعُ اِلاَّ مَا يُوْحى اِلَيَّ اِنِّىْ اَخَافُ اِنْ عَصَيْتُ
رَبـِّى عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيْمٍ، قُلْ لَوْ شَآءَ اللهُ مَا تَـلَوْتُه
عَلَيْكُمْ وَ لآ اَدْرـكُمْ بِه فَقَدْ لَبِثْتُ فِيْكُمْ عُمُرًا مِّنْ
قَبْلـِه اَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ. يونس:15-16
Dan
apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang
yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami ber-kata: "Datangkanlah
Al-Qur'an yang lain dari ini atau gantilah dia". Katakanlah : "Tidaklah
patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikuti
kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika
mendurhakai Tuhanku akan siksa hari yang besar (hari kiamat)".
Katakanlah, "Jika Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya
kepadamu, dan Allah tidak (pula) memberitahu-kannya kepadamu.
Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya. Maka
apakah kamu tidak memikirkannya ?".
[Yunus : 15-16].
Setelah
'Utbah mendengar jawaban yang demikian, segera ia diam, termenung,
kehabisan alasan yang hendak dipergunakan untuk membantah lagi. Dan ia
merasa bahwa ia tidak akan dapat membantah yang melebihi dari yang
sudah-sudah. Dikala itu ia amat merasa lemah, tidak sanggup mengatasi
apa yang telah dibacakan oleh Nabi SAW, bacaan yang merupakan jawaban
atas usul yang dikemukakannya tadi. Oleh sebab itu segeralah ia pulang
ke rumahnya.
Dan ketika ia ditanya oleh orang-orang yang mempercayai dia, ia hanya menjawab, "Saya
tidak sanggup memperdayakan dan menaklukkan Muhammad, jangankan disuruh
menaklukkan, membantah perkataan- nya saja saya tidak akan sanggup
lagi".
Kemudian
para pemuka kaum Musyrikin Quraisy setelah mendengar keputus-asaan
'Utbah bin Rabi'ah sebagaimana tersebut di atas, lalu mere-ka
berkehendak mengadakan permusyawaratan lagi.
5. Kaum Musyrikin Mengadakan Musyawarah Lagi
Pada
suatu hari, para penganjur dan pemuka musyrikin Quraisy menga-dakan
permusyawaratan lagi. 'Utbah bin Rabi'ah selaku utusan Quraisy untuk
berunding dengan Nabi SAW datang juga dalam permusyawaratan itu.
Sebagaimana yang sudah-sudah rapat dilangsungkan di gedung kebangsaan "Darun-Nadwah" dan dihadiri pula oleh semua penganjur dan pemuka musyrikin Quraisy.
Dalam
permusyawaratan itu, mereka masing-masing mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada 'Utbah, dan semua pertanyaan mereka itu
dijawab pula oleh 'Utbah. Dan 'Utbah akhirnya menyatakan dengan
terang-terangan bahwa ia tidak akan sanggup lagi jika ditetapkan menjadi
utusan untuk menghadap kepada Nabi SAW.
Setelah
mereka mengetahui bahwa 'Utbah sudah putus asa, tidak sanggup lagi
mempergunakan siasatnya yang ulung terhadap diri Nabi SAW, mereka lalu
merundingkan bagaimana caranya yang akan dipergunakan, jalan mana pula
yang hendak dilalui untuk merintangi seruan Nabi SAW.
Setelah
diperbincangkan dengan panjang lebar, akhirnya dengan suara bulat dan
serentak mereka memutuskan, bahwa mereka semuanya akan datang
bersama-sama kepada Nabi SAW, dengan maksud akan mengejek mentertawakan,
dan menghina Nabi SAW. Demikianlah putusan yang diambil dalam
permusyawaratan mereka itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar