5. Kaum munafiqin kembali di tengah jalan.
Nabi SAW dan tentara muslimin berangkat dari Madinah
berjalan menuju ke tempat yang diduduki oleh tentara musyrikin. Pada
malam hari (malam Sabtu 11 Syawal 3 H) sampailah perjalanan beliau di
suatu dusun yang bernama Syaikhain. Maka di sinilah Nabi SAW beserta
tentaranya berhenti. Kemudian beliau memeriksa tentaranya. Diantara
mereka yang belum dewasa disuruh kembali ke Madinah, atau tidak
diperkenankan ikut berperang. Diantara yang disuruh kembali ialah
‘Abdullah bin ‘Umar, Zaid bin Tsabit, Usamah bin Zaid, Baraa’ bin ‘Azib,
Usaid bin Dhuhair, ‘Arabah bin Aus, Abu Sa’id Al-Khudriy. Namun ada dua
orang dari mereka sekalipun belum dewasa, tetapi karena mempunyi
kepandaian yang sangat berguna bagi peperangan, maka diijinkan ikut
menjadi tentara, yaitu shahabat Rafi’ bin Khadij dan Samurah bin Jundab.
Rafi’ pandai memanah dan Samurah mahir bergulat. Dan di tempat tersebut
Nabi SAW beserta tentara muslimin bersama-sama mengerjakan shalat
Maghrib dan ‘Isya’ lalu bermalam. Nabi SAW tidur dengan disertai oleh
shahabat Dzakwan bin ‘Abdi Qais, dan di sekelilingnya dijaga oleh 50
orang tentara dengan senjata lengkap.
Kemudian
pagi harinya Nabi SAW melanjutkan perjalanan bersama tentara muslimin.
Tiba-tiba di tengah jalan beliau bertemu dengan segolongan orang-orang
yang belum dikenal, yang mereka masing-masing bersenjata. Beliau lalu
bertanya kepada tentara yang ada di belakangnya, “Siapakah mereka itu ?”.
Seorang shahabat menjawab, “Mereka itu golongan kaum Yahudi komplotan Abdullah bin Ubay”.
Beliau bertanya pula, “Adakah mereka telah ikut Islam ?”. Seorang shahabat tadi menjawab, “Tidak, ya Rasulullah !”. Beliau bersabda :
اِنَّا لاَ نَنْتَصِرُ بِاَهْلِ اْلكُفْرِ عَلَى اَهْلِ الشّرْكِ
Sesungguhnya kita tidak akan minta tolong pada orang kafir untuk mengalahkan orang musyrik.
Memang mereka itu akan membantu tentara muslimin, tetapi beliau sebagai
seorang pemimpin yang bijaksana, menolak bantuan mereka, karena mereka
itu orang-orang kafir. Akhirnya mereka kembali, dan beliau beserta
tentaranya melanjutkan perjalanan. Kemudian setelah perjalan sampai di
suatu tempat (dusun) yang bernama Syauth, tiba-tiba ‘Abdullah bin Ubay bersama kawan-kawannya sebanyak 300 orang kembali ke Madinah. Dengan adanya kejadian ini, maka makin nyatalah kemunafiqan ‘Abdullah bin Ubay beserta pengikutnya.
Ketika itu ‘Abdullah bin Ubay berkata :
اََطَاعَهُمْ وَ عَصَانِى مَا نَدْرِى عَلاَمَ نَقْتَلُ اَنْفُسَنَا ههُنَا اَيُّهَا النَّاسُ. ابن هشام 4 : 10
Muhammad
sudah tidak mau mengikut pendapatku, tetapi dia mengikut pendapat
anak-anak dan orang-orang muda sekarang, dan kita tidak tahu untuk apa
kita membinasakan diri kita di sini wahai kawan-kawan. [Ibnu Hisyam 4 : 10]
Menurut
riwayat, bahwa ketika ‘Abdullah bin Ubay serta pengikutnya kembali,
‘Abdullah bin ‘Amr bin Hiram (ayah shahabat Jabir) mengikuti untuk
menasehatinya. Karena dia ini termasuk dari golongan Khazraj, maka dia
memperingatkan kepada mereka yang kembali, “Hai kaumku ! ingatlah kamu kepada Allah, dan takutlah kepada-Nya. Apakah kamu hendak merendahkan kepada kaummu dan Nabimu ?”.
Mereka menyahut, “Jika kami mengerti akan berperang, niscaya kami mengikut kamu, (tetapi ini tidak terjadi perang)”.
‘Abullah bin ‘Amr berkata, “Mudah-mudahan Allah membinasakan kamu, dan mudah-mudahan Allah memberi kekayaan kepada Nabi-Nya dari kelakuanmu yang keji itu”.
Sehingga waktu itu tentara muslimin tinggal 700 orang, dan dari tentara
muslimin itu lalu timbul sedikit perselisihan. Perselisihan terjadi
diantara golongan Anshar Banu Haritsah (Khazraj), dan golongan Anshar
Banu Salamah (Aus).
Adapun yang diperselisihkan ialah tentang ‘Abdullah bin Ubay serta
pengikut-pengikutnya. Dari golongan Banu Khazraj berpendapat, bahwa
‘Abdullah bin Ubay itu lebih baik diperangi dahulu. Tetapi dari golongan
Banu Aus berpendapat, bahwa mereka itu lebih baik dibiarkan saja.
Maka Allah menurunkan wahyu kepada Nabi SAW :
فَمَا
لَكُمْ فِى اْلمُنفِقِيْنَ فِئَتَيْنِ، وَ اللهُ اَرْكَسَهُمْ بِمَا
كَسَبُوْا، اَ تُرِيْدُوْنَ اَنْ تَهْدُوْا مَنْ اَضَلَّ اللهُ. وَ مَنْ
يُّضْلِلِ اللهُ فَلَنْ تَجِدَ لَه سَبِيْلاً. النساء:88
Maka
mengapa bagi kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi)
orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada
kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri? Apakah kamu bermaksud
memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah?
Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan
jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya. [QS. An-Nisaa’ : 88]
Ketika itu Nabi SAW lalu bersabda :
اِنَّهَا طَيِّبَةٌ تَنْفِى اْلخَبَثَ كَمَا تَنْفِى النَّارُ خَبَثَ اْلفِضَّةِ. متفق عليه
Sesungguhnya kejadian ini ada baiknya, bisa memusnahkan kejelekan sebagaimana api menghilangkan karat perak. [HR. Muttafaq ‘alaih]
Demikian sikap Nabi terhadap orang-orang munafik, mereka itu dianggap
sebagai kotoran, maka kotoran itu lebih baik lenyap dari pada bercampur
dengan kebersihan.
6. Tentara Muslimin tiba di Uhud
Lalu Nabi
SAW beserta tentara muslimin melanjutkan perjalan menuju Uhud, dan
ketika itu golongan kaum Muslimin yang berselisih tadi sudah dapat
dipersatukan kembali. Api perselisihan musnah karena masing-masing
dipelihara oleh Allah SWT.
Kemudian di tengah perjalanan, sebagian dari shahabat-shahabat Anshar berkata kepada Nabi,
يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَلاَ نَسْتَعِيْنُ بِحُلَفَائِنَا مِنَ اْليَهُوْدِ ؟ ابن هشام 4 : 10
Ya Rasulullah, apakah tidak lebih baik kita minta bantuan kepada kaum Yahudi yang punya perjanjian dengan kita ?.
Shahabat-shahabat Anshar berkata demikian karena sebelumnya tidak
mendengar sabda Nabi SAW bahwa beliau tidak akan minta pertolongan atau
bantuan kepada kaum kafir untuk mengalahkan kaum musyrikin. Oleh sebab
itu Nabi SAW lalu menjawab :
لاَ حَاجَةَ لَنَا فِيْهِمْ
Tidak ada keperluan kita pada (bantuan) mereka.
Selanjutnya Nabi SAW minta ditunjukkan suatu jalan yang sekiranya tidak
dilalui oleh tentara musyrikin. Ketika itu shahabat Abu Khaitsamah lalu
menunjukkan jalan yang dekat yang dikehendaki oleh Nabi SAW. Kemudian
setelah perjalanan dilanjutkan, tiba-tiba berjalan di suatu jalan kecil
kepunyaan seorang bernama Mirba’ bin Qaidhiy, yang buta matanya.
Nabi SAW
ketika berjalan di muka rumah orang itu tiba-tiba orang tua yang buta
matanya tadi menaburkan debu ke arah muka Nabi sambil berkata, “Kalau engkau itu pesuruh Allah, maka aku tidak menghalalkan (memperkenankan) kepadamu berjalan di jalanku ini)”.
Di lain riwayat diterangkan : Kemudian Nabi bersama tentara muslimin
melintasi tanah-tanah berbatu hitam Banu Haritsah. Ketika itu beliau
bersabda, “Siapakah diantara kamu yang dapat membawa kami ke jalan yang lebih dekat”. Maka Abu Khaitsamah menjawab, “Saya, ya Rasulullah”.
Nabi SAW lalu mengikut dan terus berjalan melintasi tanah-tanah harrah
(berbatu hitam). Setelah perjalanan sampai di satu kebun kepunyaan
Mirba’ bin Qaidhiy, Mirba’ mendengar kedatangan beliau dengan para
shahabat di tempat itu, dan ia pun terus berdiri di tengah jalan sambil
menggenggam tanah lalu melemparkan-nya ke muka beliau dan tentara
muslimin seraya berkata, “Jika betul engkau itu pesuruh Allah, saya tidak menghalalkan bagimu untuk masuk menginjak pagar kebun saya ini”. Menurut yang diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam : Mirba’ ketika itu lalu mengambil segenggam tanah lantas berkata, “Demi
Allah, jika saya mengetahui bahwa tanah yang saya genggam ini tidak
akan mengenai selain darimu, Muhammad, niscaya saya lemparkan ke mukamu”.
Ketika
itu dengan cepat shahabat Sa’ad bin Zaid memukul kepalanya dengan busur
panah sehingga terluka, dan shahabat-shahabat lainnya hendak
membunuhnya, tetapi oleh Nabi SAW dicegahnya. Nabi bersabda :
لاَ تَقْتُلُوْهُ. فَهذَا اْلاَعْمَى، اَعْمَى اْلقَلْبِ . اَعْمَى اْلبَصَرِ.
Janganlah kamu membunuhnya, karena orang itu buta hatinya dan buta pula matanya. [Ibnu Hisyam 4 : 11]
Perjalanan
dilanjutkan, akhirnya sampailah tentara muslimin yang sebanyak 700
orang tersebut pada suatu tempat di bawah kaki gunung Uhud. Di sinilah
Nabi SAW beserta tentaranya berhenti, karena telah melihat, bahwa
tentara musuh sudah beramai-ramai, bertepuk tangan menduduki
tempat-tempat dekat gunung Uhud.
Oleh
karena tentara muslimin sebanyak 700 orang tadi pada waktu itu
menghadapi musuh lipat empat kali lebih, dan sebagian besar dari mereka
sangat kurang kepandaiannya dalam urusan berperang, sedang musuh yang
dihadapi kecuali lipat empat kali lebih, dan bersenjata lengkap,
alat-alat peperangan serba cukup dan orang-orangnya sebagian besar sudah
berpengalaman perang. Oleh sebab itu, Nabi SAW lalu mengumpulkan
tentaranya, mengambil tempat membelakangi bukit-bukit Uhud yang rasanya
baik untuk perlindungan barisan tentaranya. Tetapi karena tempat-tempat
yang lain sudah kedahuluan menjadi tempat tentara musuh, maka
tempat-tempat yang diambil oleh Nabi SAW adalah tempat yang di
belakangnya ada suatu jalan yang terbuka, dan jalan itu dapat
dipergunakan oleh musuh untuk menyerang tentara muslimin dari arah
belakang. Sekalipun demikian, beliau sebagai komandan perang yang
bijaksana, maka tempat-tempat tadi lalu dipergukan untuk tentaranya yang
pandai memanah sebanyak lima puluh orang dengan dikepalai oleh
‘Abdullah bin Jubair.
Pada saat
itu barisan tentara musyrikin sudah teratur rapi di kaki gunung Uhud,
sayap kanan barisan berkuda dipimpin oleh Khalid bin Walid, dan sayap
kiri barisan berkuda dipimpin oleh ‘Ikrimah bin Abi Jahl, dan barisan
tengah dipimpin oleh Shafwan bin Umayyah, bendera mereka dipegang oleh
Abu Thalhah.
Nabi SAW
lalu mengatur barisan tentaranya di tempat tersebut, sayap kanan
diserahkan kepada Zubair bin ‘Awwam, sayap kiri diserahkan kepada
Mundzir bin ‘Amr. Bendera Islam dipegang oleh Mush’ab bin ‘Umair.
Kemudian Nabi SAW bersabda kepada pemanah-pemanahnya :
اِحْمُوا
لَنَا ظُهُوْرَنَا فَاِنَّا نَخَافُ اَنْ يَجِيْئُوْنَا مِنْ وَرَاءِنَا.
وَ اَلْزِمُوْا مَكَانَكُمْ. لاَ تَبْرَحُوْا مِنْهُ. وَ اِنْ
رَأَيْتُمُوْنَا نَهْزَمُهُمْ حَتَّى نَدْخُلَ فِى عَسْكَرِهِمْ فَلاَ
تُفَارِقُوْا مَكَانَكُمْ. وَ اِنْ رَأَيْتُمُوْنَا نُقْتَلُ فَلاَ
تُعِيْنُوْنَا وَ لاَ تَدْفَعُوْا عَنَّا. وَ اِنَّمَا عَلَيْكُمْ اَنْ
تَرْشُقُوْا خَيْلَهُمْ بِالنَّبْلِ. فَاِنَّ اْلخَيْلَ لاَ تُقْدِمُ عَلَى
النَّبْلِ. اِنَّا لَنْ نَزَالَ غَالِبِيْنَ مَا مَكَثْتُمْ مَكَانَكُمْ.
اِنْضَحُوْا عَنَّا بِالنَّبْلِ. لاَ يَأْتُوْنَا مِنْ وَرَاءِنَا. وَ لاَ
تَبْرَحُوْا عَلَيْنَا. غُلِبْنَا اَوْ نُصِرْنَا.
Jagalah kami sebelah belakang ini, maka sesungguhnya kami kuatir, kalau
mereka datang menyerang dari arah belakang ini, dan tetaplah kamu
sekalian di tempat kalian masing-masing dan janganlah kalian
meninggalkannya. Jikalau kalian melihat kami menyerang mereka sehingga
masuk dalam barisan tentara mereka, maka janganlah kamu sekalian
meninggalkan dari tempatmu masing-masing. Jikalau kalian melihat kami
terbunuh, maka jangan kalian menolong kami dan janganlah kalian datang
membantu kami. Tugasmu hanyalah memanah kuda-kuda mereka, karena kuda
itu tidak akan dapat maju kalau dihujani panah. Sesungguhnya kita
senantiasa menang, selama kamu sekalian tetap bertempat di tempat kalian
masing-masing. Hendaklah kamu sekalian menolak musuh dengan panah, agar
supaya mereka tidak dapat datang dari belakang kita, dan jangan pula
kamu tinggalkan tempat itu baik kita kalah ataupun menang.
Selanjutnya
Nabi SAW lalu bersabda kepada shahabat ‘Abdullah bin Jubair, yang
beliau ini sebagai kepala pasukan pemanah, sabdanya :
اِنْضَحِ
اْلخَيْلَ عَنَّا بِالنَّبْلِ يَأْتُوْنَا مِنْ خَلْفِنَا اِنْ كَانَتْ
لَنَا اَوْ عَلَيْنَا، فَاثْبُتْ مَكَانَكَ لاَ نُؤْتَيَنَّ مِنْ قِبَلِكَ.
ابن هشام 4 : 12
Tolaklah
pasukan kuda musuh itu dengan panahmu, jangan sampai mereka datang
menyerang kita dari belakang, dan tetaplah kamu pada tempatmu, meskipun
kita menang atau kalah !.
Lalu Nabi SAW bersabda kepada tentara muslimin :
لاَ يُقَاتِلَنَّ اَحَدٌ مِنْكُمْ حَتَّى نَأْمُرَهُ بِاْلقِتَالِ. ابن هشام 4 : 11
Janganlah seseorangpun dari kalian menyerang sehingga kami perintahkan untuk perang !.
7. Nabi SAW memberikan pedang kepada Abu Dujanah.
Setelah
kedua pasukan saling berhadapan, tentara musyrikin menunjukkan
kekuatannya, kegagahannya dan kecakapannya kepada tentara muslimin, maka
Nabi SAW mengeluarkan pedang dari sarungnya, lalu bersabda : مَنْ يَأْخُذُ هذَا السَّيْفَ بِحَقّهِ ؟
Siapa yang akan memegang pedang ini dengan haknya ?.
Pada saat itu banyak dari shahabat-shahabat beliau yang ingin memegang
pedang tadi, tetapi oleh beliau tidak diperkenankan. Diantara mereka
yang meminta ialah shahabat Umar, Ali, Zubair dan lain-lainnya. Bahkan
Zubair meminta sampai tiga kali. Kemudian Abu Dujanah (Simak
bin kHarasyah) bertanya kepada beliau :
مَا حَقُّهُ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟
Apa haknya (pedang itu) ya Rasulullah ?.
Nabi SAW menjawab : اَنْ تَضْرِبَ بِهِ وَجْهَ اْلعَدُوّ حَتَّى يَنْحَنِيَ
Kamu memukul dengan pedang itu pada muka musuh sehingga bengkok.
Abu Dujanah berkata : اَنَا آخُذُهُ يَا رَسُوْلُ اللهِ
Saya yang memegang ya Rasulullah. [Ibnu Hisyam 4 : 13].
Oleh Nabi SAW pedang tadi lalu diserahkan kepada Abu Dujanah. Memang dia
seorang yang terkenal perkasa, gagah berani, kalau berperang biasa
meliuk-liukkan kepalanya seperti jalannya orang yang congkak, tetapi
dalam waktu peperangan tidak dilarang mengerjakan yang seperti itu
ketika menghadapi musuh.
Kemudian
ketika itu Abu ‘Amir Ar-Rahib yang namanya ‘Abdu ‘Amr bin Shaifiy
Al-Ausiy (seorang pendeta dari golongan Aus di Madinah) yang membantu
tentara Quraisy, menampakkan diri di muka pasukan tentara muslimin. Yang
sedemikian itu denganmaksud mencari muka kepada kepala-kepala pasukan
tentara Quraisy, ia menyangka jika ia memanggil-manggil golongan Aus
Islam yang ketika itu menjadi pasukan tentara muslimin, niscara bisa
mengembalikan mereka dan mengikut kepadanya. Akan tetapi kenyataanya
setelah ia menampakkan diri sambil berteriak-teriak memanggil kaum Aus,
dia tidak mendapatkan balasan yang dimaksudnya, bahkan sebaliknya,
mendapat dampratan yang keras dari tentara muslimin. Tentara muslimin
berkata :
فَلاَ اَنْعَمَ اللهُ بِكَ عَيْنًا يَا فَاسِقُ. ابن هشام : 4 : 13
Semoga Allah tidak memberikan kebaikan kamu, hai orang yang fasiq !.
Tentara muslimin membalas demikian itu dengan melemparkan batu-batu kepadanya, maka iapun pergi menjauhkan diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar