2. Kekhawatiran Kaum Quraisy Terhadap Al-Qur'an
Ketika kaum Musyrikin Quraisy mendengar khabar
bahwa sebagian dari pengikut-pengikut Nabi SAW telah pergi ke negeri
Habsyi, maka mereka menyuruh seseorang yang dipercaya untuk menyelidiki
perjalanan kaum Muslimin. Tetapi setelah orang yang disuruh itu sampai
di pantai laut merah, dilihatnya serombongan kaum Muslimin telah menaiki
perahu dan telah berlayar. Maka dari itu dengan sangat kecewa suruhan
itu lalu kembali ke Makkah dengan tangan hampa. Oleh sebab itu
bertamahlah kemarahan kaum musyrikin Quraisy terhadap kaum Muslimin yang
masih tinggal di Makkah.
Mereka menghasut orang banyak yang belum menjadi pengikut Nabi Muhammad
SAW. supaya jangan mendengarkan ayat-ayat Al-Qur'an yang biasa dibaca
oleh kaum Muslimin, terutama oleh Nabi SAW. Di antara ketua-ketua dan
pembesar-pembesar kaum musyrikin berkata kepada orang-orang: "Janganlah
kamu mendengarkan ayat-ayat Al-Qur'an, dan cemoohkanlah bacaan yang
biasa dibaca oleh Muhammad dan para pengikutnya itu, dan buatlah
hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan dia !".
Sehubungan dengan itu, maka Allah menurunkan wahyu kepada Nabi SAW.
وَقَالَ
الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لاَ تَسْمَعُوْا لِهذَا اْلقُرْانِ وَاْلغَوْا
فِيْهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُوْنَ. فَلَنُذِيْقَنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا
عَذَابًا شَدِيْدًا وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَسْوَاَ الَّذَيْ كَانُوْا
يَعْمَلُوْنَ. ذلِكَ جَزَآءُ اَعْدَآءِ اللهِ النَّارُ لَهُمْ فِيْهَا
دَارُ اْلخُلْدِ، جَزَآءً بِمَا كَانُوْا بِايتِنَا يَجْحَدُوْنَ.
فصلت:26-28
Dan orang-orang yang kafir berkata, "Janganlah kamu mendengarkan dengan sungguh-sungguh Al-Qur'an ini
dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan
(mereka). Maka sesungguhnya Kami akan merasakan adzab yang keras kepada
orang-orang kafir dan Kami akan memberi balasan kepada mereka dengan
seburuk-buruk pembalasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.
Demikianlah balasan (terhadap) musuh-musuh Allah, (yaitu) neraka; mereka
mendapat tempat tinggal yang kekal di dalamnya sebagai pembalasan atas keingkarannya terhadap ayat-ayat Kami".
[Fushshilat : 26-28]
3. Kaum Muslimin Kembali dari Negeri Habsyi
Setelah kurang lebih 3 bulan lamanya rombongan dari kaum Muslimin berhijrah dan menetap di negeri Habsyi, akhirnya mereka pulang kembali ke Makkah, ini terjadi pada pertengahan bulan Syawwal tahun ke 5 Bi'tsah.
Adapun
sebabnya mereka kembali ke Makkah, karena mereka mendengar berita bahwa
kaum Musyrikin Quraisy di Makkah yang selalu menghalang halangi dakwah
Nabi SAW telah takluk dan mengikut seruan Nabi SAW. Di samping itu, juga
karena adanya kesulitan-kesulitan yang lain lantaran adanya perbedaan
bahasa dan lain sebagainya.
Dan
setelah tiba kembali di Makkah barulah mereka insaf, bahwa khabar
tunduknya kaum musyrikin kepada seruan Nabi SAW itu adalah khabar bohong
yang dibuat-buat oleh kaum Musyrikin Quraisy.
4. Islamnya 'Umar bin Khaththab RA.
Umar bin
Al-Khaththab adalah seorang dari bangsa Quraisy di kota Makkah yang
sangat berpengaruh di kalangan bangsanya, karena pada waktu itu ia
adalah seorang yang gagah berani, cerdas,
tangkas dan kuat. Ia adalah seorang Quraisy yang kegagahannya,
keberaniannya, dan pengaruhnya seimbang dengan Abu Jahal. Dan ia
termasuk seorang pemuka Quraisy Musyrikin yang sangat memusuhi Nabi SAW
sebagaimana Abu Jahal. Oleh sebab itu sering ia menganiaya dan menyakiti
orang-orang yang menjadi pengikut Nabi SAW, bahkan pernah juga ia
menyiksa budak beliannya yang telah menjadi pengikut Nabi SAW. Oleh
sebab itu, maka Nabi SAW seringkali berdo'a kepada Allah :
اَللّهُمَّ
اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ بِاَحَبِّ هذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ اِلَيْكَ. بِاَبِى
جَهْلٍ اَوْ بِعُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ. الترمذى عن ابن عمر
Ya
Allah, berilah kemenangan Islam ini dengan sebab kecintaan dua orang
laki-laki ini kepada-Mu, yaitu dengan Abu Jahal atau dengan 'Umar bin
Khaththab. [HR. Tirmidzi dari Ibnu 'Umar]
Dan
permohonan beliau itu akhirnya dikabulkan Allah. Yakni dengan kejadian
bahwa 'Umar bin Al-Khaththab tunduk kepada seruan beliau dan memeluk
Islam serta cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan akibat dari kejadian
ini, maka agama Islam yang tadinya masih dalam keadaan yang sangat
menyedihkan, menjadi kelihatan di kalangan khalayak ramai dengan
menyinarkan cahaya yang amat menggoyahkan fihak musuh dan sangat
mencemaskan mereka yang menghalang-halangi Islam.
5. Sebab-sebab Islamnya 'Umar bin Khaththab
'Umar bin
Khaththab mempunyai adik perempuan yang bernama Fathimah. Pada waktu
itu Fathimah telah bersuami dengan seorang laki-laki yang bernama Sa'id
bin Zaid, dan sejak mereka mendengar dakwah Nabi SAW, mereka berdua
segera mengikutnya dengan setia dan menjadi pemeluk Islam yang
sungguh-sungguh. Tetapi pada waktu itu 'Umar belum mengetahui bahwa
adiknya dan iparnya telah mengikut seruan Nabi SAW.
Dan pada
waktu Laila dan suaminya 'Amir bin Rabi'ah akan berangkat berhijrah ke
negeri Habsyi, ketika Laila akan menaiki untanya, mendadak hal itu
diketahui oleh 'Umar. Laila lalu ditanya : "Hai Ummu 'Abdillah (julukan bagi Laila). Engkau akan pergi kemana ?"
Laila menjawab : "Engkau
toh sudah menyakiti aku dan kawan-kawanku yang mengikut seruan
Muhammad. Maka sekarang aku akan pergi ke bumi Tuhan, di mana aku dapat
berbakti kepada Tuhan, di sanalah aku akan bertempat tinggal, agar
supaya aku tidak kamu sakiti dengan kawan-kawanmu".
'Umar menjawab : "Ya, mudah-mudahan Tuhan beserta kamu". Lantas 'Umar seketika itu pergi.
Setelah
Laila bertemu dengan suaminya, ia lalu menceritakan kepada-nya, bahwa ia
telah ditanya oleh 'Umar, dan 'Umar lalu mendo'akan kese-lamatannya.
Suaminya lalu berkata : "Apakah engkau mengharapkan Islamnya 'Umar
bin Khaththab ? Janganlah engkau mengharapkan demikian ! 'Umar tidak
akan mengikut seruan Muhammad, kecuali jika himarnya si Khaththab sudah
mengikut Muhammad lebih dahulu".
Adapun
sebabnya shahabat 'Amir sampai berani berkata seperti itu, karena ia
selalu ingat akan perbuatan-perbuatan 'Umar bin Khaththab yang sangat
kejam, ganas dan buas terhadap orang-orang yang telah mengikut seruan
Nabi SAW, terutama ia ingat perbuatannya ketika ia menyiksa salah
seorang budak beliannya yang sudah memeluk Islam sehingga jiwanya
melayang.
Pada waktu itu shahabat 'Amir tidaklah mengetahui bahwa Nabi SAW telah seringkali berdo'a kepada Allah untuk keislamannya 'Umar.
Pada
suatu hari pemuka-pemuka kaum Musyrikin Quraisy memutuskan bahwa 'Umar
bin Khaththab diberi tugas untuk membunuh Nabi SAW. Maka dari itu 'Umar
mencari Nabi SAW di mana beliau berada dan jika bertemu beliau akan
dibunuhnya dengan kejam dan terang-terangan.
Pada waktu itu 'Umar berjalan seorang diri dengan pedang terhunus dan kebetulan diwaktu panas terik.
Ketika
'Umar sampai di suatu jalan di kota Makkah, tiba-tiba ia bertemu dengan
seorang shahabat karibnya, bernama Sa'ad bin Abi Waqqash. Maka dia
bertanya kepada 'Umar : "Engkau akan pergi kemana hai Ibnul-Khaththab ? Mengapa engkau membawa pedang terhunus seperti itu ?"
'Umar menjawab : "Aku
akan pergi mencari Muhammad, orang celaka itu, karena ia sudah berani
mendirikan agama baru, sehingga memutuskan persaudaraan kita, memecah
belah persatuan bangsa kita, membodoh-bodohkan orang-orang pandai kita,
mencaci maki agama nenek moyang kita, menghina tuhan-tuhan kita,
merendahkan kemuliaan kita dan sebagainya. Maka dari itu jika kudapati
dia, akan kubunuh, akan kuhabisi nyawanya".
Sa'ad menjawab : "Wahai
'Umar ! Engkau ini lebih kecil dan lebih hina, apakah engkau akan
membunuh Muhammad ? Apakah engkau mengira, kalau engkau telah membunuh
Muhammad, lalu anak keturunan 'Abdul-Muththalib akan membiarkan engkau
hidup lebih lama di muka bumi ini ? Sudah tentu mereka tidak akan
membiarkan engkau hidup lebih lama lagi".
'Umar menjawab : "Agaknya
engkau sekarang berani kepadaku, sekarag aku mengerti, bahwa engkau
sudah berganti agama. Engkau sudah mengikut agama Muhammad ! Jika
begitu, sekarang engkau akan kubunuh lebih dulu, karena engkau sudah
berlainan agama denganku".
Mendengar ucapan 'Umar itu Sa'ad lalu segera membaca Kalimah syahadat, yang artinya : "Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan bahwa sesungguhnya Muhammad itu pesuruh Allah"
Setelah
'Umar mendengar syahadat Sa'ad itu, segera ia mengacungkan pedangnya
kepada Sa'ad. Sa'ad pun segera menghunus pedangnya dan mengacungkannya
kepada 'Umar. Kedua-duanya tampak sama beraninya sehingga kedua-duanya
hampir mengadu kekuatan pedang yang sama tajamnya, lalu 'Umar diam
sebentar. Pada waktu itu Sa'ad berkata kepadanya : "Hai 'Umar, mengapa engkau tidak berbuat demikian kepada adikmu perempuan dan iparmu ?".
Segera muka 'Umar menjadi merah padam, seraya berkata : "Mengapa begitu ? Apakah adikku dan iparku sudah bertukar agama dan menjadi pengikut Muhammad ?".
Sa'ad menjawab : "Mengapa tidak ? Mereka semua tokh sudah lama menjadi pemeluk agama Muhammad dengan patuh dan ta'at".
'Umar berkata : "Kalau
begitu, lebih baik sekarang ini juga aku datangi rumahnya, dan nanti
kalau bertemu, akan kubunuh kedua-duanya ! Apa gunanya aku bersaudara
dengan orang-orang yang menjadi pengikut agama Muhammad ?".
Oleh
sebab itu 'Umar dan Sa'ad lalu berpisah, dan 'Umar terus pergi menuju ke
rumah adiknya perempuan, Fathimah. Dan ketika itu justru shahabat Sa'id
bin Zaid dan isterinya (Fathimah) sedang berada di rumah, dan sedang
belajar menbaca ayat-ayat Al-Qur'an pada shahabat Khabbab bin Al-Aratt
Setelah
'Umar sampai di rumah Sa'id bin Zaid dan ternyata bahwa pintunya
terkunci, maka diketuknya pintu itu dengan keras sambil memegang
pedangnya yang terhunus tadi. Setelah mendengar ketokan pintu dari luar,
Sa'id bin Zaid bertanya dari dalam rumah : "Siapa itu ?"
'Umar menjawab : "Ibnul-Khaththab !".
Setelah
Khabbab mendengar suara 'Umar begitu keras, ia mengintai dari dalam, dan
dilihatnya, bahwa kedatangan 'Umar itu dengan membawa pedang terhunus.
Maka dari itu segera ia lari menyembunyikan dirinya di dalam rumah.
Sedang catatan ayat-ayat AlQur'an yang baru diajarkan tadi dengan
secepatnya diambil dan disembunyikan oleh Fathimah, lalu pintu itu
dibuka oleh Sa'id.
'Umar lantas masuk ke dalam dengan muka merah padam sambil berkata kepada Fathimah : "Hai,
orang yang memusuhi dirinya sendiri, sungguh aku sekarang telah
mendengar khabar, engkau telah berganti agama, begitu juga suamimu.
Betulkah engkau sekarang telah mengikut agama Muhammad ?". Lalu 'Umar memegang janggut Sa'id dan mencekik lehernya, lantas Sa'id dibanting lalu dadanya diinjak-injak.
Oleh karena shahabat Sa'id tidak begitu kuat, tentu saja ia tak dapat melepaskan diri dari 'Umar.
Setelah
Fathimah melihat suaminya dianiaya, ia tidak tahan lagi, lalu akan
menolongnya sekuat tenaganya. Tetapi ketika ia baru mendekati 'Umar,
kepalanya dipukul dengan keras oleh kakaknya, dan mulutnya disikut,
sehingga mengeluarkan darah. Setelah mengetahui bahwa mukanya sudah
berdarah, lalu Fathimah menunjukkan keberaniannya seraya berkata kepada
kakaknya : "Apakah engkau akan memukuli aku, atau akan membunuhku, hai seteru Allah ?".
'Umar lalu diam sambil duduk di atas dada iparnya.
Fathimah lalu berkata lagi : "Hai
seteru Allah ! Aku dan suamiku tokh sudah lama memeluk agama Muhamnmad.
Mengapa engkau baru bertanya sekarang ? Kalau engkau memang akan
membunuh diriku, aku tidak akan takut sedikitpun: dan kalau engkau akan
mengamukku, akupun tidak gentar dan tidak akan mundur selangkahpun.
Cobalah, dekatilah aku, bunuhlah aku dan suamiku! Aku akan tetap
mengikut agama Muhammad".
Setelah
'Umar mendengar suara adiknya dan melihat mukanya berlumuran darah yang
mengalir dari atas kepalanya, ia lantas bangun melepaskan iparnya,
kemudian duduk di atas sebuah kurnsi. Lalu termenung, dan tampak sangat
menyesal atas pebuatannya yang sekejam itu dan kelihatan sangat malu
kepada iparnya, serta matanya melihat ke atas dan ke bawah, ke kanan dan
ke kiri. Tidak berapa lama kemudian, ia melihat tulisan pada sehelai
kertas yang tergantung di atas pintu. Dan ia tertarik kepada tulisan itu
dan selalu memperhatikannya. Karena ia adalah seorang Quraisy yang
dapat menulis dan membaca.
Lantaran
tertariknya kepada tulisan itu, maka ia memperhatikannya, dan lama
kelamaan hatinya tidak tahan, lalu ia bertanya kepada adiknya perempuan
yang masih kesakitan itu : "Hai Fathimah ! Itu tulisan Apa ?" Fathimah tidak mau menjawab. Maka dari itu 'Umar bertanya lagi : "Hai Fathimah ! Cobalah tulisan itu kau ambil sebentar, aku ingin melihatnya sebentar saja. Cobalah ambilkan !".
Fathimah menjawab dengan tegas : "Jangan
! Aku tidak sudi mengambilkannya, nanti kau robek, dan tidak akan boleh
engkau memegang tulisan itu, karena engkau seteru Allah".
Berulang-ulang
'Umar meminta supaya diambilkan tulisan itu, tetapi Fathimah tetap
tidak mau mengambilkannya. Sebab itu akhirnya 'Umar bersumpah : "Demi
Allah ! Jika aku sudah melihat dan membaca tulisan itu, dengan segera
akan ku kembalikan dan tidak akan ku robek-robek Demi Allah! Aku tidak
berbohong".
Mendengar sumpah 'Umar itu, akhirnya Fathimah mau mengambilkan tulisan itu dan memberikan kepada 'Umar.
Setelah 'Umar memegang tulisan itu ia membaca permulaannya :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.
Baru saja ia membaca "Bismillah"
itu, hatinya pun terasa berdebar-debar. lantaran itu tulisan itu
dijatuhkan ke tanah. Kemudian tulisan itu diambilnya dan dibaca lagi.
Adapun tulisan itu, selain tertulis "Bismillah", ada tertulis beberapa ayat Al-Qur'an telah diajarkan oleh beliau kepada para pengikutnya. Yaitu surat Thaahaa ayat 1 s/d 16.
Setelah 'Umar selesai membaca ayat-ayat tersebut dan memperhatikan-nya, lantas ia mengucapkan dengan sekeras-kerasnya :
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُه وَرَسُوْلُهُ.
Kemudian 'Umar berkata kepada adiknya perempuan : "Sekarang
ini juga, aku minta ditunjukkan tempat Muhammad. Katakanlah kepadaku,
sekarang Muhammad ada di mana, aku sekarang harus bertemu dengan
Muhammad".
[Bersambung]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar