Pemboikotan Kaum Quraisy Terhadap Bani Hasyim dan Bani Muththalib.
1. Para Ketua Kaum Quraisy Mengadakan Rapat.
Setelah tipu muslihat kaum musyrikin Quraisy dengan berbagai macam cara
terhadap Nabi SAW selama beberapa tahun tidak mendatangkan hasil yang
diharapkan, maka pemuka-pemuka, ketua-ketua, pembesar-pembesar musyrikin
Quraisy lalu mengadakan rapat tertutup untuk merundingkan sikap yang
bagaimana lagi dan perbuatan yang seperti apa lagi yang akan mereka
pergunakan untuk melenyapkan gerakan yang dipimpin oleh Muhammad dan seruannya yang makin lama makin berkembang dan berkobar-kobar itu.
Rapat
dilangsungkan bertempat di Darun-Nadwah sebagaimana biasa, dan dihadiri
oleh segenap pemuka, ketua, dan pembesar bangsa Quraisy. Dalam rapat ini,
setelah diperbincangkan seluas-luasnya, maka akhirnya dengan suara
bulat diputuskan oleh mereka, bahwasanya jiwa Muhammad harus dimusnahkan
dari pergaulan kaum Quraisy, artinya diri Muhammad harus dibunuh.
2. Abu Thalib mengajak Bani Hasyim dan Bani Muththalib untuk Melindungi Nabi SAW.
Setelah
keputusan yang membahayakan itu terdengar oleh Abu Thalib, maka segera
beliau memanggil kaum keluarga Bani Hasyim dan Bani Muththalib, mereka
itu yang silsilahnya masih dekat dengan silsilah Nabi SAW, berdatuk
kepada Hasyim dan Muththalib. Setelah mereka berkumpul di rumah Abu
Thalib, maka diajaknyalah mereka untuk bermusyawarah, baik mereka yang
sudah mengikut Nabi SAW maupun yang belum.
Di dalam
musyawarah ini Abu Thalib menyerukan, bahwa untuk menjaga nama baik kaum
kerabat, dan memelihara kehormatan famili dari Bani Hasyim dan Bani
Muththalib, mereka masing-masing harus menjaga keselamatan diri Muhammad
di dalam kampungnya, supaya jangan sampai Nabi SAW dibunuh oleh mereka
yang sengaja akan membunuhnya. Sebab apabila sampai terjadi diri
Muhammad mati dibunuh mereka, maka sudah pasti akan terjadi pertumpahan
darah antara keluarga Bani Hasyim dan Bani Muththalib dengan keluarga Quraisy umumnya.
Ajakan
Abu Thalib yang baik ini disetujui dan disepakati oleh kaum Bani Hasyim
dan Bani Muththalib, kecuali Abu Lahab. Sebab sekalipun Abu Lahab masih
termasuk keluarga Bani Hasyim dan Bani Muththalib, tetapi karena amat
bencinya kepada diri Nabi SAW maka ia tidak mau menyetujui ajakan Abu
Thalib tersebut.
Selanjutnya
setelah seruan Abu Thalib disetujui bulat-bulat oleh kaum keluarganya,
maka mereka lalu berhimpun ke dalam syi'ib (kampung) Bani Hasyim dan
Bani Muththalib. Kemudian di dalam kampung ini, Nabi SAW dijaga
benar-benar oleh segenap kaum keluarganya, baik yang sudah Islam maupun
yang masih kafir, terutama Abu Thalib, seorang tua yang budiman ini,
karena sangat cintanya kepada diri beliau SAW. Maka apabila datang waktu
malam, beliau dijaga benar-benar oleh Abu Thalib, dan jika Abu Thalib
tidur, maka beliau dijaga oleh yang lain. Demikianlah berganti-ganti.
Menurut riwayat, peristiwa ini mulai terjadi pada Muharram tahun ke 7 dari kenabian Nabi SAW.
3. Kaum Quraisy Mengadakan Pemboikotan
Semula
para ketua dan pemuka kaum musyrikin Quraisy tidak menyangka, bahwa kaum
Bani Hasyim dan Bani Muththalib akan mengadakan pembelaan begitu besar
atas diri Nabi SAW, terutama mereka yang belum mengikut seruan beliau,
yaitu dengan menjaga diri beliau benar-benar. Oleh sebab itu, setelah
kaum musyrikin Quraisy mengetahui hal ini, maka mereka tidak dapat
menjalankan keputusan mereka yang telah disepakati. Oleh karena itu
secara diam-diam mereka mengadakan musyawarah lagi untuk merundingkan
cara yang bagaimana lagi yang hendak dipergunakan untuk membunuh Nabi
SAW.
Akhirnya mereka sepakat untuk mengadakan "pemboikotan" terhadap
kaum keluarga Bani Hasyim dan Bani Muththalib dan terhadap semua
pengikut Nabi Muhammad SAW (kaum Muslimin). Adapun bunyi undang-undang
pemboikotan yang diadakan oleh mereka itu singkatnya demikian :
1. Bahwasanya
Muhammad dan kaum keluarganya serta kaum pengikutnya tidak
diperkenankan kawin dengan orang-orang Quraisy yang lain, baik laki-laki
maupun perempuan.
2. Bahwasanya
kaum Quraisy semuanya tidak diperkenankan berjual-beli mengenai barang
apasaja dengan Muhammad dan keluarganya serta kaum pengikutnya.
3. Bahwasanya
kaum Quraisy semuanya tidak diperkenankan mengadakan persahabatan atau
pergaulan dengan Muhammad dan kaum keluarganya serta kaum pengikutnya.
4. Bahwasanya
kaum Quraisy semuanya tidak diperkenankan mengasihi dan menyayangi
Muhammad dan kaum keluarganya serta kaum pengikutnya.
5. Bahwasanya
semua undang-undang yang telah ditetapkan ini, sesudah ditulis dan
digantungkan di dalam Ka'bah, rumah suci, sebagai undang-undang suci
atas kaum Quraisy semuanya dan kaum keluarga Muhammad serta kaum
pengikutnya.
6. Bahwasanya
undang-undang ini berlaku selama kaum keluarga Bani Hasyim dan Bani
Muththalib belum menyerahkan diri Muhammad kepada kaum Quraisy untuk
dibunuh. Dan bilamana Muhammad sudah diserahkan lalu dibunuh, maka
undang-undang ini akan hapus dengan sendirinya.
Demikian bunyi undang-undang "pemboikotan" yang
ditetapkan oleh kaum Musyrikin Quraisy terhadap diri Nabi Muhammad SAW
dan kaum keluarganya serta kaum pengikutnya. Adapun orang yang menulis
undang-undang itu, menurut suatu riwayat yang masyhur ialah seorang yang
bernama Manshur bin 'Ikrimah.
Hijrah Ke Negeri Habsyi Yang Kedua Kali
1. Rasulullah SAW memerintahkan kaum muslimin hijrah ke Habsyi yang kedua kali.
Disebabkan
oleh adanya undang-undang pemboikotan itu, maka Nabi SAW memerintahkan
kepada kaum Muslimin supaya berhijrah lagi ke negeri Habsyi. Beliau
bertindak demikian itu, karena beliau sangat sayang kepada mereka dan
tidak sampai hati melihat mereka turut mengalami kesempitan hidup dan
kesengsaraan yang menimpa diri mereka masing-masing. Oleh karena itu,
sebagian besar dari kaum Muslimin lalu menjalankan perintah beliau yaitu
berhijrah ke negeri Habsyi yang kedua kalinya. Adapun mereka yang pergi
berhijrah itu ada 101 orang, yaitu 83 orang laki-laki dan 18 orang
perempuan, sedang yang menjadi kepala rombongan mereka sebagai
penanggungjawab atas segala sesuatu yang mengenai diri mereka ialah
shahabat Ja'far bin Abu Thalib.
Dan
diriwayatkan bahwa ketika itu kaum muslimin yang ada di negeri Yaman
mendengar berita bahwa Nabi SAW dan para pengikutnya berhijrah ke negeri
Habsyi. Oleh karena itu mereka berangkat pula ikut berhijrah ke negeri
Habsyi. Mereka itu banyaknya 50 orang dan dikepalai oleh shahabat Abu
Musa Al-Asy'ari. Setelah mereka sampai di negeri Habsyi, lalu mencari
Nabi SAW. Tetapi oleh karena beliau memang tidak turut berhijrah, maka
mereka hanya dapat bertemu dengan Ja'far dan shahabat-shahabat yang
lain.
Kemudian
Ja'far selaku kepala rombongan meminta kepada mereka supaya tinggal dulu
di negeri Habsyi untuk sementara waktu, dan dengan sepakat mereka
menuruti kehendak Ja'far. Akhirnya mereka berdiam di negeri Habsyi
bersama dengan aman sejahtera.
2. Kaum Quraisy Mengutus Utusan ke Negeri Habsyi
Setelah
kaum musyrikin Quraisy mengetahui bahwa sebagian besar pengikut-pengikut
Nabi SAW, telah berhijrah ke negeri Habsyi, maka merekapun mengadakan
pertemuan kilat, untuk merundingkan bagaimana cara membunuh Nabi SAW,
dan bagaimana pula cara mengejar kaum muslimin di negeri Habsyi. Dalam
pertemuan itu mereka memutuskan untuk mengutus dua orang untuk menyusul
ke negeri Habsyi, supaya mereka menghadap kepada raja Habsyi, untuk
memohon kepadanya supaya lekas mengusir kaum Muslimin dari daerah
kekuasaannya. Adapun orang yang ditunjuk menjadi utusan ialah 'Amr bin
'Ash dan 'Umaarah bin Walid, yang kedua-duanya ini dari keturunan
Quraisy juga.
Oleh
sebab itu kedua orang utusan ini berangkat ke negeri Habsyi dengan
membawa berbagai hadiah berupa perhiasan dan bermacam-macam pakaian yang
mahal-mahal harganya untuk dihadiahkan kepada raja Habsyi, dan kepada
para pembesar negeri itu, dengan harapan agar permohonan mereka nanti
segera dikabulkan, dan kaum Muslimin segera di usir dari negeri Habsyi.
3. Hasutan Kepada Raja Habsyi
Setelah
kedua utusan itu sampai di negeri Habsyi, maka mereka segera menghadap
raja seraya bersujud di hadapan baginda. Setelah mereka dipersilahkan
duduk, lalu mereka persembahkanlah segala persembahan-persembahan
berharga yang mereka bawa dari pembesar-pembesar dan kepala-kepala
Quraisy Makkah. Maka baginda menerima persembahan itu dengan segala
senang hati. Kemudian kedua utusan itu mulailah menyatakan maksud dan
tujuan kedatangan mereka, sebagai utusan dari pembesar-pembesar Makkah,
untuk menghadap baginda.
Mula-mula 'Amr bin 'Ash berkata kepada raja : "Ya
tuanku raja, kedatangan hamba di hadapan tuanku ini adalah diutus oleh
para pembesar dan kepala Quraisy di Makkah, untuk memberitahukan kepada
tuanku bahwa sebagian dari orang-orang hamba telah lari dan
menyembunyikan diri di negeri yang ada di bawah kekuasaan tuanku".
Raja bertanya : "Apakah sebabnya mereka sampai berani melarikan diri dari tanah tumpah darahnya ?".
'Amr menjawab : "Kesalahan
mereka itu ialah mereka tidak mau bergaul dengan saudara-saudara dan
famili-famili mereka, mereka memecah belah persatuan dan tidak
menghormati bangsa dan nenek moyang mereka karena telah mengikut agama
baru, agama yang tidak diketahui oleh orang-orang tua mereka, dan tidak
diketahui oleh tuanku raja juga. Oleh sebab itu hamba diutus oleh para
pembesar dan para kepala Quraisy, supaya hamba datang menghadap kepada
tuanku yang mulia dan mengajukan permohonan dengan segala hormat kepada
tuanku, sudilah kiranya tuanku perintahkan untuk menangkap mereka itu,
lalu mengirimkan mereka kembali dengan perantaraan hamba kepada para
pembesar dan para kepala mereka; atau tuanku usir mereka dari wilayah
negeri tuanku, agar mereka itu tidak terus-menerus bertempat tinggal di
wilayah negeri tuanku yang aman dan sejahtera ini. Ya tuanku raja, jika
mereka tidak diperlakukan demikian, tentu mereka sangat berbahaya bagi
agama tuanku yang telah lama
tuanku peluk dan oleh sekalian orang yang ada dibawah kekuasaan tuanku.
Dan akhirnya mereka itupun berbahaya juga bagi keamanan kerajaan tuanku
yang amat sejahtera ini".
4. Raja Habsyi Memanggil Kaum Muslimin
Kemudian
raja Habsyi memerintahkan kepada pembesar-pembesarnya supaya
mendatangkan kaum muslimin, mereka supaya diajak menghadap raja. Pada
saat itu salah seorang pembesar yang mendengar perintah itu berkata
kepada raja : "Wahai baginda, sebaiknyalah mereka diserahkan saja
kepada tuan-tuan utusan Quraisy ini, karena mereka itulah yang lebih
mengetahui tentang keadaan mereka masing-masing".
Raja menjawab : "Tidak ! Sebaiknya aku harus tahu dan mengerti lebih dulu tentang keadaan mereka dan duduk perkaranya".
'Amr bin Ash (utusan Quraisy) menyahut : "Ya
tuanku raja, silahkan tuanku periksa, bahwa sesungguhnya mereka itu
telah keluar dari agama nenek moyang mereka. Mereka sudah mengikut agama
baru, agama yang didatangkan oleh seorang yang menganggap dirinya
menjadi Pesuruh Tuhan, padahal sesungguhnya ia adalah seorang pendusta
belaka. Adapun orang-orang yang mengikut kepadanya kebanyakan
orang-orang yang bodoh-bodoh, yang papa, sengsara; tidak seorangpun dari
pembesar-pembesar atau pemuka-pemuka Quraisy yang mengikutnya. Oleh
sebab itu hamba mohon dengan hormat kepada tuanku, sudilah kiranya
tuanku nanti menyerahkan mereka kepada hamba, kemudian hamba berdua
inilah yang akan membawa mereka kembali pulang kepada pembesar-pembesar
dan kepala-kepala mereka. Ya Tuanku raja, serahkan sajalah mereka itu
kepada hamba berdua, karena hamba berdua inilah yang lebih tahu tentang
kejahatan mereka masing-masing".
Pada waktu itu seorang pendeta raja yang sedang menghadap di hadapan raja menyahut : "Ya
tuanku raja, hamba sangat setuju dengan permohonan tuan-tuan utusan
Quraisy itu, hamba mohon dengan segala hormat kepada tuanku raja,
sudilah kiranya tuanku nanti menyerahkan saja kepada tuan-tuan utusan
ini, karena para pembesar dan para kepala mereka itulah yang lebih
mengetahui kejahatan, kesalahan dan keburukan mereka masing-masing.
Hamba yakin, bahwa mereka itu adalah orang-orang jahat. Karena kalau
mereka itu bukan oang-orang jahat, tentu tidak akan melarikan diri ke
daerah lain".
Baginda raja menjawab : "Tidak
! Demi Allah, tidak ada sesuatu bangsa yang bernaung di bawah
pemerintahan kami, melainkan mereka itu harus kami selidiki benar-benar,
apakah mereka itu bersalah atau tidak. Oleh sebab itu, orang-orang yang
kini sedang dicari oleh kedua utusan itu, tidak akan kami serahkan
begitu saja, atau kami usir begitu saja dari wilayah negeri kami,
melainkan mereka itu akan kami panggil menghadap kami, dan kami tanyai
benar-benar apa sebab-sebabnya dan bagaimana duduk perkaranya, yang
menyebabkan mereka melarikan diri kemari. Kalaupun mereka nanti terbukti
bersalah nyata-nyata melanggar kebenaran, tentu mereka kami serahkan
dengan segera kepada kedua orang utusan ini; dan kalau tidak demikian
halnya, biarlah mereka itu tetap berlindung dan bernaung di bawah
pemerintahan kami dengan aman sejahtera".
'Amr bin Ash berkata : "Ya
tuanku raja. cobalah tuanku saksikan nanti apabila mereka telah
menghadap tuanku, mereka itu tidak tahu menghormat dengan menyembah
kepada tuanku, sebagaimana adat istiadat yang telah berlaku pada bangsa
Arab dan rakyat tuanku jika menghadap seorang raja".
Baginda Raja menjawab : "Ya, sekalipun demikian, namun kami harus mengetahui lebih dahulu duduk perkaranya".
5. Serombongan Kaum Muslimin Dihadapkan Kepada Raja Habsyi.
Setelah
kaum muslimin dengan diiringkan para prajurit didatangkan ke istana
raja. Kemudian raja Habsyi memanggil beberapa utusan dan pendeta-pendeta
agama Nashrani, dan mereka diharuskan membawa kitab suci mereka
(Injil). Raja Habsyi ini adalah seorang raja yang memeluk agama
Nashrani, dan termasuk orang yang mengerti dan mengetahui kitab suci
agamanya dengan baik.
Setelah
pendeta-pendeta yang dipanggil itu datang menghadap raja, kaum
musliminpun dipersilahkan masuk ke dalam istana. Sebelumnya shahabat
Ja'far telah memberitahukan kepada kawan-kawannya kaum muslimiin bahwa
pada hari itu, dialah yang akan menjadi juru bicara, atau sebagai wakil
kaum muslimin, dan dia berkata bahwa akan dikatakannya kepada raja
apa-apa yang telah diajarkan dan diperintahkan oleh Rasulullah SAW.
Setelah
kaum muslimin berada di hadapan raja, mereka tidak bersujud (menyembah)
kepada raja, melainkan berdiri dengan tegapnya, sambil mengucapkan salam
penghormatan secara Islam.
Oleh sebab itu kedua utusan Quraisy itu berkata kepada raja : "Ya
tuanku raja, cobalah saksikan tingkah laku mereka masing-masing, mereka
tidak mempunyai kesopanan sedikitpun dan tak tahu tata cara
penghormatan kepada seorang raja tuanku ini".
Raja
Habsyi tetap diam dan tak mengacuhkan ucapan-ucapan mereka, sambil
mengawasi kaum muslimin yang ada dihadapan baginda dan memperhatikan
gerak-gerik mereka masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar