Membuat ‘Arisy untuk Rasulullah SAW
Setelah Nabi SAW dan kaum
muslimin berpindah ke tempat yang diusulkan Hubab, selanjutnya di
tempat tersebut shahabat Sa’ad bin Mu’adz mengemukakan pendapatnya
kepada Nabi SAW, ia berkata, “Ya Rasulullah, tidakkah lebih baik tuan
kami buatkan ‘arisy (pos/gardu) buat tempat tuan ? Dan kami menyediakan
satu kendaraan untuk tuan ? Jika nanti kami bertempur dengan musuh,
kami minta tuan supaya berada di dalam ‘arisy saja, dan kami yang
bertempur dengan musuh. Jika Tuhan memberi kemenangan kepada kita, dan
kita dapat menghancurkan musuh, itulah yang kita harapkan. Dan jika kita
kalah, kami persilahkan tuan kembali kepada orang-orang yang masih
banyak di belakang kita, karena di belakang kita masih banyak orang yang
belum ikut berangkat kemari. Kecintaan kami kepada tuan tidak melebihi
dari kecintaan mereka kepada tuan. Seandainya mereka tahu bahwa tuan
akan berperang, niscaya mereka tidak akan berpisah dari tuan. Tuhan
menolong kepada tuan dengan sebab mereka, dan mereka akan berperang
melawan musuh bersama-sama tuan”.
Demikianlah perkataan shahabat Sa’ad bin
Mu’adz waktu itu. Dan pendapat tersebut diterima dengan baik dan dipuji
oleh Nabi SAW. Lalu seketika itu juga dibuatlah suatu ‘arisy dari
pelepah pohon kurma diatas bukit yang tampak dari medan peperangan. Maka
setelah ‘arisy dibuat dengan kokoh, Nabi SAW lalu dipersilakan masuk ke
dalamnya, dan untanya diikat di belakang ‘arisy, dan shahabat Abu Bakar
RA sebagai kawan yang tercinta diajak masuk bersama-sama oleh Nabi SAW.
8. Kedatangan tentara Quraisy dan doa Nabi SAW.
Sesudah tentara Islam mendapat tempat yang baik, dan keadaan air pun tidak kekurangan, serta berbenteng di gunung-gunung yang begitu kokoh lagi pula
tempat bagi Nabi SAW telah selesai dibuat, dan kemah-kemah yang
dipergunakan tempat beristirahat oleh masing-masing tentara telah
selesai dipasang juga, maka ketika itu datanglah pasukan tentara
musyrikin Quraisy dengan sombong dan congkak.
Nabi SAW setelah melihat kedatangan tentara Quraisy yang begitu sombong dan congkak itu lalu berdoa kepada Allah :
اَللّهُمَّ
هذِهِ قُرَيْشٌ قَدْ اَقْبَلَتْ بِخُيَلاَئِهَا وَ فَخْرِهَا تُحَادُّكَ
وَ تُكَذِّبُ رَسُوْلَكَ، اَللّهُمَّ فَنَصْرَكَ الَّذِى وَعَدْتَنِى.
اَللّهُمَّ اَحِنْهُمُ اْلغَدَاةَ. ابن هشام 3:168
Ya
Allah, Inilah kaum Quraisy telah datang dengan sombong dan congkak.
Mereka memusuhi Engkau dan mendustakan Rasul Engkau. Ya Allah, maka
pertolongan Engkau yang telah Engkau janjikan kepada hamba (itulah yang
kami nantikan). Ya Allah, binasakanlah mereka itu besok pagi hari. [Ibnu Hisyam 3 : 168]
Kemudian
kepala tentara Quraisy menyuruh seseorang yang bernama ‘Umair bin Wahb
Al-Jumahiy supaya datang ke tempat tentara Islam untuk menghitung
banyaknya. ‘Umair lalu datang dan memperkirakan banyaknya, lantas
kembali melapor kepada kepala tentara Qurais, bahwa tentara Muhammad kurang lebih 300 orang. Tetapi ‘Umair juga berkata, “Sekalipun begitu, cobalah kita per-hatikan dulu dari jauh dan dari atas gunung, apakah memang tentara Muham-mad hanya itu, ataukah ada lagi yang bersembunyi ? Sebab saya khawatir, jika Muhammad menyembunyi-kan tentaranya di belakang gunung ini”.
Perkataan
‘Umair yang demikian itu diterima baik oleh kepala-kepala Quraisy, dan
mereka lalu berangkat bersama ‘Umair naik ke atas gunung dekat lembah
Badr. Mereka setelah sampai diatas gunung, lalu masing-masing melihat ke
sebelah bawah (ke kanan dan ke kiri, ke depan dan ke belakang), tetapi
mereka tidak melihat apa-apa. Karena tentara Muhammad memang hanya itu.
Kemudian
ketika itu dalam pasukan tentara Quraisy timbul pula suatu kekacauan
yang hebat yaitu kekacauan yang ditimbulkan oleh seseorang dari antara
kepala pasukan Quraisy sendiri, ialah ‘Utbah bin Rabi’ah.
‘Utbah
waktu itu mendadak berpendapat, bahwa berperang dengan Muhammad jangan
dilanjutkan, karena bukan semestinya kalau tentara Quraisy berperang
dengan Muhammad dan tentaranya, karena sebagian dari tentaranya masih
famili kaum Quraisy sendiri.
Oleh sebab itu dengan adanya pendapat ‘Utbah ini,
lalu timbul perdebatan dan pertengkaran mulut dengan Abu Jahl, sehingga
ketika itu Abu Jahl mengatakan, bahwa ‘Utbah penakut, pengecut dan
sebagainya.
Dan
ketika timbul perdebatan tadi, Nabi SAW mengetahui dari jauh dan saat
itu juga tentara Islam ketika melihat tentara Quraisy, tidak merasa
takut dan gentar sedikitpun.
Pendapat
‘Utbah tadi setelah diperbincangkan oleh kepala-kepala pasukan, maka
akhirnya ‘Utbah kalah suara, dan diputuskan oleh kepala-kepala pasukan
Quraisy, bahwa peperangan dilanjutkan.
Kemudian
waktu itu ada seorang Quraisy yang dengan sombong keluar lebih dulu dari
barisan tentaranya. Orang tersebut bernama Aswad bin ‘Abdul Asad
Al-Makhzumiy. Ia keluar terus berjalan menuju ke kolam-kolam yang telah
penuh air bagi tentara Islam, sambil berkata, “Saya bersumpah dengan
nama Allah, sungguh saya akan minum dari kolam mereka, dan saya akan
merusak kolam-kolam mereka, jika tidak bisa lebih baik saya mati”.
Ketika
itu terdengar oleh shahabat Hamzah, lalu beliau mengejar Aswad. Kemudian
setelah diketahui bahwa ia hendak merusak kolam kepunyaan tentara
Islam, lalu didahului dengan pukulan pedang sekeras-kerasnya oleh
shahabat Hamzah, maka seketika itu juga jatuhlah Aswad tertelungkup di
kolam dengan mengucurkan darah yang banyak, lalu Hamzah memukulnya
hingga mati bersimbah darah.
Selanjutnya
sebagaimana biasa bagi bangsa Arab umumnya terutama bagi bangsa
Quraisy, apabila hendak berperang, maka diantara pahlawan-pahlawannya
lebih dulu harus bertanding dan beradu kekuatan dengan pahlawan-pahlawan
musuh, seorang lawan seorang. Maka dari itu sewaktu sebelum terjadi
pertempuran dan peperangan, kepala tentara Quraisy minta dan menentang
dengan sombong kepada Nabi SAW supaya Nabi mengeluarkan tiga orang dari
pahlawan tentaranya untuk bertanding dan beradu kekuatan dengan
pahlawan-pahlawan tentara Quraisy.
Maka
setelah tentara Quraisy mengeluarkan 3 orang pahlawannya yang gagah
berani di tengah medan yang akan dipergunakan berperang, maka Nabi SAW
bersabda kepada 3 orang pahlawan tentaranya dari golongan shahabat
Anshar. Adapun 3 orang dari pahlawan tentara Quraisy tadi ialah : 1.
‘Utbah bin Rabi’ah, 2. Syaibah bin Rabi’ah, dan 3. Walid bin ‘Utbah.
Adapun dari pahlawan tentara Islam yang disuruh keluar oleh Nabi, ialah :
1. ‘Auf bin Al-Harits, 2. Mu’adz bin Al-Harits, dan 3. ‘Abdullah bin
Rawahah. Masing-masing dari shahabat Anshar.
Kemudian pahlawan-pahlawan Quraisy tersebut bertanya, “Siapa kalian ?”. Pahlawan-pahlawan Islam itu menjawab, “Kami dari golongan Anshar, dan dari Madinah”. Lalu oleh pahlawan Quraisy tadi ditolak dengan ejekan, “Ah,
bukan sepatutnya kalau kami bertanding dengan kamu, karena kamu bukan
dari bangsa kami. Percuma kalau kamu bertanding dengan kami”. Lalu mereka berteriak meminta kepada Nabi SAW, “Ya Muhammad, keluarkanlah 3 orang dari golongan kita (Quraisy) dan yang dari keturunan Hasyim”.
Oleh sebab itu Nabi SAW lalu menyuruh 3 orang Anshar tadi supaya
mengundurkan diri, dan beliau menyuruh kepada 3 orang pahlawan Islam
dari bangsa Quraisy dan Bani Hasyim, yaitu : 1. Hamzah bin ‘Abdul
Muththalib, 2. ‘Ali bin Abu Thalib, dan 3. ‘Ubaidah bin Al-Harits supaya
keluar menggantikan 3 orang pahlawan dari Anshar tadi.
Shahabat
Hamzah, shahabat ‘Ali dan shahabat ‘Ubaidah seketika itu juga berdiri
dengan tegak, terus keluar dari tempatnya masing-masing dan menuju ke
tengah medan pertempuran, lalu mendekati mereka masing-masing yang
sombong itu. Kemudian setelah masing-masing berdekatan dan berhadapan
muka, lalu mereka bertanya dengan sombong, “Siapakah kamu sekalian itu ?”. Shahabat ‘Ubaidah menjawab, “Saya ‘Ubaidah bin Al-Harits”. Kemudian shahabat Hamzah mengatakan, “Saya Hamzah bin ‘Abdul Muththalib”. Dan shahabat ‘Ali mengatakan, “Saya ‘Ali bin Abu Thalib”. Mereka berkata, “Ya baiklah. Memang sudah sepatutnya kalau kami bertanding dengan kamu. Kami dari Quraisy, dan kamu juga dari Quraisy”.
Kemudian
pertandingan beradu kekuatan dimulai seorang dengan seorang. Shahabat
‘Ubaidah dengan ‘Utbah bin Rabi’ah, shahabat Hamzah dengan Syaibah bin
Rabi’ah dan shahabat ‘Ali dengan Walid bin ‘Utbah.
Maka
setelah masing-masing saling memukul dan beradu kekuatan, shahabat
Hamzah dengan mudah mengalahkan Syaibah sampai mati. Shahabat ‘Ali
dengan mudah mengalahkan Walid hingga mati. Adapun shahabat ‘Ubaidah
dalam bertanding dengan Utbah bin Rabi’ah, mereka saling memukul. Dan
akhirnya shahabat ‘Ubaidah dipukul dengan keras oleh ‘Utbah sehingga
kakinya terkena dan hampir putus. Sebab itu shahabat ‘Ubaidah lalu
jatuh, dan segera diangkat shahabat Hamzah dan ‘Ali dibawa ke hadapan
Nabi SAW. Lalu shahabat Hamzah dan ‘Ali kembali lagi ke medan perang dan
bertanding dengan ‘Utbah, dan dengan sekejap ‘Utbah terpukul oleh ‘Ali
hingga menghem-buskan nafas yang terakhir.
Keadaan
shahabat ‘Ubaidah setelah di hadapan Nabi SAW lalu disuruh berbaring
diatas tikar beliau, maka setelah ia berbaring diatas tikar lalu
berkata, “Bukankah saya mati syahid, ya Rasulullah ?”. Nabi SAW bersabda :
اَشْهَدُ اَنَّكَ شَهِيْدٌ
Aku menyaksikan, bahwa engkau mati syahid.
Maka seketika itu juga, wafatlah shahabat ‘Ubaidah dengan hati gembira.
Jadi
dalam pertandingan adu kekuatan tadi, tentara Quraisy kehilangan tiga
orang pahlawannya, dan tentara Islam kehilangan seorang pahlawan, dan
dengan kejadian ini menjadi suatu tanda, bahwa dalam peperangan nanti
kemenangan akan didapat oleh kaum muslimin.
9. Pertempuran tentara Quraisy dengan tentara Islam.
Setelah
selesai pertandingan tersebut, lalu Nabi SAW keluar dari ‘arisy untuk
mengatur barisan tentaranya sambil memberi pengarahan tentang
cara-caranya orang melepaskan anak panahnya kepada musuh dan lain
sebagainya.
Dan
diriwayatkan bahwa Nabi SAW ketika mengatur barisan, beliau memukul
seorang shahabat yang bernama Sawad bin Ghaziyah (Anshar) dengan
tongkatnya, karena waktu Nabi SAW mengatur, ia beromong kosong dengan
kawannya sambil dirinya keluar dari barisan yang tengah diatur dengan
sebaik-baiknya. Beliau menegur, “Disiplinlah, hai Sawad”, beliau sambil memukul perut Sawad dengan tongkat. Lalu Sawad menjawab, “Ya Rasulullah, engkau diutus dengan membawa kebenaran dan keadilan, maka aku akan membalasmu”. Lalu Rasulullah SAW membuka bajunya dan bersabda, “Silakan membalas, hai Sawad”. Kemudian Sawad merangkul dan menciumi perut beliau. Lalu Nabi SAW bertanya, “Apa yang menyebabkan kamu berlaku demikian ?”. Sawad menjawab, “Sungguh telah datang apa yang kamu lihat, maka aku menginginkan supaya akhir hayatku kulitku bisa bertemu dengan kulitmu”. Kemudian Rasulullah SAW mendoakan kebaikan untuknya.
Setelah
selesai mengatur pasukan, beliau kembali ke ‘arisy bersama Abu Bakar,
sedangkan shahabat Sa’ad bin Mu’adz berjaga di pintu ‘arisy dengan
pedang terhunus. Lalu beliau SAW tidak henti-hentinya berdoa :
اَللّهُمَّ اَنْشُدُكَ عَهْدَكَ وَ وَعْدَكَ ، اَللّهُمَّ اِنْ شِئْتَ لَمْ تُعْبَدْ. نور اليقين:107
Ya
Allah, hamba memohon kepada Engkau akan janji dan perjanjian Engkau. Ya
Allah, jika Engkau berkehendak (mengalahkan pada hamba), Engkau tidak
akan disembah. [Nurul Yaqin 107].
Dan dalam satu riwayat Nabi SAW menghadap ke qiblat dan berdoa :
اَللّهُمَّ
اَنْجِزْ لِى مَا وَعَدْتَنِى، اَللّهُمَّ اِنْ تُهْلِكْ هذِهِ
اْلعِصَابَةَ مِنْ اَهْلِ اْلاِسْلاَمِ فَلاَ تُعْبَدُ بَعْدُ فِى
اْلاَرْضِ اَبَدًا. نور اليقين: 107
Ya
Allah, sempurnakanlah kepadaku janji-Mu. Ya Allah, jika Engkau
mengalahkan kaum muslimin, maka Engkau tidak akan disembah di bumi ini
sesudah itu selamanya. [Nurul Yaqin : 107]
Beliau
SAW terus-menerus berdoa kepada Allah sehingga selendangnya jatuh,
kemudian Abu Bakar mengambilnya dan menyelempangkannya kembali sambil
berkata, “Cukuplah ya Rasulullah, pasti Allah akan menyempurnakan janji-Nya kepadamu”. Kemudian Rasulullah SAW keluar dari ‘arisy dan bersabda sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Qamar ayat 45 :
سَيُهْزَمُ اْلجَمْعُ وَ يُوَلُّوْنَ الدُّبُرَ. القمر:45
Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.
Diriwayatkan pula, bahwa sebelum terjadi pertempuran, Nabi SAW bersabda sambil berisyarat dengan tangannya, “Itu tempat bangkainya Abu Jahl, itu tempat binasanya si Fulan, ini tempat tewasnya si Fulan”,
dan demikianlah selanjutnya. Adapun yang dimaksud dengan si Fulan dan
si Fulan tadi ialah dari orang-orang Quraisy yang akan binasa dalam
peperangan tersebut.
Selanjutnya Nabi SAW menyampaikan peringatan kepada segenap tentara muslimin, yang arinya, “Hai
manusia, janganlah kamu mencita-citakan hendak bertempur dengan musuh,
dan mohonlah ampunan kepada Allah. Akan tetapi jika kamu bertemu dengan
musuh, hendaklah kamu bertahan (berani bertempur dengan musuh), dan
ketahuilah olehmu, bahwa sesungguhnya surga itu di bawah naungan pedang”.
Menurut riwayat, Nabi SAW ketika itu juga berpesan kepada segenap tentaranya :
اِنِّى
قَدْ عَرَفْتُ اَنَّ رِجَالاً مِنْ بَنِى هَاشِمٍ وَ غَيْرِهِمْ قَدْ
اُخْرِجُوْا كُرْهًا لاَ حَاجَةَ لَهُمْ بِقِتَالِنَا. فَمَنْ لَقِيَ
مِنْكُمْ اَحَدًا مِنْ بَنِى هَاشِمٍ فَلاَ يَقْتُلْهُ، وَ مَنْ لَقِيَ
اَبَا اْلبُخْتُرِيِّ بْنَ هِشَامٍ فَلاَ يَقْتُلْهُ، وَ مَنْ لَقِيَ
اْلعَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ اْلمُطَّلِبِ عَمَّ رَسُوْلِ اللهِ، فَلاَ
يَقْتُلْهُ، فَاِنَّهُ اِنَّمَا اُخْرِجَ مُسْتَكْرَهًا.
Sesungguhnya
saya mengetahui, bahwa beberapa orang lelaki dari Bani Hasyim dan
lainnya, mereka itu dikeluarkan dengan paksaan (untuk berperang),
padahal mereka itu tidak ada kemauan untuk memerangi kita. Oleh sebab
itu, maka barangsiapa diantara kalian bertemu salah seorang dari bani
Hasyim, janganlah ia membunuhnya. Barangsiapa bertemu dengan Abul
Bukhturiy bin Hisyam janganlah ia membunuhnya. Dan barangsiapa bertemu
dengan ‘Abbas bin Abdul Muththalib (paman Rasulullah SAW), maka
janganlah ia membunuhnya. Karena sesungguhnya ia dikeluarkan untuk
berperang dengan dipaksa.
Waktu Nabi SAW berpesan demikian itu, shahabat Abu Hudzaifah bin ‘Utbah bertanya, “Ya
Rasulullah, mengapa begitu ? Tidakkah engkau telah menyuruh kami supaya
membunuh ketua-ketua kami, orang-orang tua kami, anak-anak kami,
saudara-saudara kami dan kawan-kawan kami yang masih dalam kemusyrikan ?
Mengapa engkau melarang kami membunuh ‘Abbas ? Bukankah ia dari kaum
musyrikin juga ? Demi Allah, jika saya bertemu dengan dia, tentu akan
saya potong dengan pedang ini”.
Di kala itu Nabi SAW tetap berpesan, “Janganlah mereka itu dibunuh, karena mereka itu keluar dari kota Makkah mengikuti tentara musyrikin dengan dipaksa”.
Pesan
Nabi SAW yang demikian itu karena beliau mengerti bahwa pada hakekatnya
mereka itu tidak ada kemauan untuk berperang, memerangi kaum muslimin.
Dan Abul Bukhturiy sekalipun termasuk pemuka Quraisy, tetapi bukanlah
termasuk yang menganiaya Nabi. Bahkan dialah yang berdiri untuk merobek
naskah pemboikotan yang pernah dilakukan segenap pemuka Quraisy terhadap
Nabi dan pengikutnya serta bani Hasyim di Makkah dulu. Adapun ‘Abbas
bin ‘Abdul Muththalib dikala itu meskipun pada lahirnya masih mengikut
agama berhala, namun nampaknya Nabi SAW menginginkan bahwa ia nanti akan
menjadi muslim. Dan dia pernah menguatkan perjajian rahasia yang pernah
dilakukan Nabi dengan kaum ‘Aus dan Khajraj yang terkenal dengan
baiatul ‘Aqabah. Demikianlah sebabnya Nabi SAW melarang mereka itu
dibunuh mengingat jasa-jasa mereka.
[Bersambung]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar